Sabtu, 26 Februari 2011

Ibu dan Keikhlasan


Ketika keikhlasan menjadi seorang "Ibu" sudah didapat
Ketika itu pula kita bisa merasa bahagia meskipun penat
Saat tangan-tangan mungil memeluk tubuh kita erat-erat
Dan melihat mereka mendoakan kita seusai shalat
Ya Allah, semoga peran "Ibu" bisa menjadi bekal untuk akhirat :)

Saat ini mungkin banyak diantara teman-teman yang sudah menjadi seorang Ibu. Mengingat beratnya kehamilan, sulitnya melahirkan, dan merasakan betapa nikmatnya mengurus buah hati.
Dalam beberapa kesempatan berbincang dengan beberapa teman yang memiliki Ibu yang usianya sudah kian senja, terkadang timbul sedikit kesulitan membagi perhatian antara Ibu, suami dan anak.
"Setiap orang tua itu biasanya kembali bersifat menjadi anak kecil," pernah saya mendengar seorang bijak berkata.
Mengamati beberapa wanita yang mulai berusia senja, akhirnya saya menarik kesimpulan bahwa semua kembali kepada keikhlasan seseorang ketika menjadi seorang Ibu, keikhlasan yang ternyata harus terus menerus diasah hingga kita tua kelak, bukan hanya ketika kita menjadi seorang "Ibu muda".

Ada beberapa teman yang pernah bercerita kepada saya mengenai Ibunya yang selalu menyebut beratnya kehamilan, sulitnya melahirkan dan banyaknya waktu dan uang yang telah dihabiskan untuk membesarkan anak-anaknya ketika sang Ibu kecewa karena teman saya kurang memberi perhatian ditengah kesibukannya mengurus keluarga.
Intinya : Ibu sudah mengerjakan tugas Ibu untuk mengurusmu dengan penuh cinta hingga dewasa, kini giliran Ibu yang harus kamu urus dengan penuh cinta ketika tua.

Saya tidak berkata sang Ibu benar atau salah, karena setiap "Ibu" memiliki karakter yang berbeda.
Namun ada cerita dan percakapan dengan Ibu saya yang tidak akan pernah terlupa. Percakapan yg hingga kini jika sedang teringat selalu membuat mata saya berkaca-kaca. Membuat saya menghela nafas panjang dan belajar lebih banyak tentang keikhlasan yang nyata... Membuat saya bersyukur memiliki Ibu yang luar biasa...

Ibu saya adalah seorang wanita yang sederhana. Beliau lebih suka bersedekah dan menabung ketika sebenarnya beliau bisa saja memiliki kemewahan dunia, agar beliau memiliki investasi akhirat dan dana di saat tua sehingga tidak perlu membebani anak-anaknya.
Ibu dan Papa saat ini tinggal di sebuah rumah mungil di Lembang, menikmati masa pensiun mereka.
Namun karena kesederhanaan di masa muda, mereka mampu menyisihkan dana untuk membeli sebuah rumah kedua yang terletak di sebelah rumah kakak tertua saya, yang halaman depannya terhubung dengan pintu pagar kecil. Rumah persiapan untuk masa tua, demikian Ibu menyebutnya.
"Nanti kalau Ibu dan Papa sudah tua atau saat salah satu dari kami sudah meninggal dunia, saat kami sudah tidak bisa mengurus diri sendiri lagi, baru kami akan pindah kesana supaya ada yang mengawasi tanpa perlu jauh-jauh ke Lembang," demikian Ibu berkata.
Ibu dan Papa memilih membeli rumah untuk masa tua, bukan memilih ikut dengan salah seorang dari kami saja agar tidak menimbulkan konflik dengan rumah tangga kami, mungkin karena Ibu belajar dari kerumitan menyelaraskan beberapa kepentingan anggota keluarga ketika Nenek tinggal di rumah kami di masa tuanya :)

Dengan ringan Ibu bercerita tentang permintaan Ibu kepada kakak tertua saya.
"Yat, nanti kalo Ibu sudah tua dan sudah tidak bisa mengurus diri sendiri, Yati carikan Ibu baby sitter aja... Jadi setiap pagi nanti Ibu sudah dimandikan dan jalan-jalan keliling komplek dengan kursi roda... Jadi Yati bisa tenang mengurus keluarga, Ibu tinggal diawasi saja pengurusannya..." cerita Ibu kepada saya.
"Sudah fitrahnya seorang Ibu mengurus anaknya. Ketika anaknya menjadi seorang Ibu, sang anak juga akan mengurus anaknya, bukan Ibunya... dan memang begitu alur kehidupannya. Ibu ikhlas, agar kalian tidak berdosa. Ibu selalu mendoakan kebahagiaan kalian bertiga... Kan cinta Ibu sepanjang jalan, cinta anak sepanjang penggalan..." Ibu berkata sambil tersenyum.

Subhanallah... mata saya langsung berkaca-kaca...
Ya Allah, betapa mulianya hati Ibu saya... betapa tinggi keikhlasan beliau...
Di saat masih banyak orang tua disekeliling kita menuntut diprioritaskan dan diurus oleh anaknya karena dulu pernah memberikan prioritas yang serupa, Ibu dengan keikhlasan yang luar biasa justru meminta kami lebih memprioritaskan pengurusan keluarga yang menjadi kewajiban kami pula. Ibu hanya meminta pengawasan dengan penuh cinta, bukan menuntut kami mengurus Ibu sepenuhnya seperti beliau mengurus kami di masa kecil kami bertiga.

Alhamdulillah ya Allah...
Terima kasih telah kau berikan kepada saya Ibu yang luar biasa... Ibu yang telah membuat saya belajar makna tertinggi tentang keikhlasan menjadi seorang ibu...

Ketika keikhlasan dari seorang Ibu sudah didapat
Ketika itu pula kita bisa merasa bahagia meskipun penat
Saat jemari lembut mengusap kepala kita memberi nikmat
Dan mengetahui beliau selalu mendoakan kebahagiaan kita seusai shalat
Ya Allah, semoga peran "Anak" pun bisa menjadi bekal untuk akhirat :)

Jakarta, 26 Februari 2011
Yeni Suryasusanti

2 komentar:

  1. Subbahanallah mba Yeni, bagus banget sharingnya...saya bacanya sampe mbrebes mili...:(

    BalasHapus
  2. @thekyzt : Alhamdulillah, terima kasih udah kunjungan ke sini ya... hanya orang yang lembut hati yang bisa menangis akibat membaca sebuah cerita :)

    BalasHapus