Setiap urusan yang tidak dikaitkan kepada Allah, berpotensi menjadi besar, rumit, dan berat. Ini kenyataan yang sempat saya alami berkaitan dengan rencana khitanan Ifan :)
Dalam hadist Rasulullah bersabda:
"Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan memotong kuku" (H.R. Bukhari Muslim).
Liburan kenaikan kelas tahun ini, kami berencana mengadakan khitanan bagi Ifan. Usia Ifan pada tanggal 28 Oktober 2010 nanti Insya Allah genap 10 th.
Seperti umumnya para orang tua, hal pertama yang didiskusikan adalah metode yang digunakan dan perayaannya akan mengundang siapa saja.
Dengan berbagai pertimbangan, untuk perayaannya, akhirnya saya dan suami sepakat acara hanya untuk ajang silaturahmi keluarga dekat saja. Sedangkan untuk tetangga, kami akan mengirimkan makanan ala kadarnya sebagai tanda syukur dan pengumuman saja :)
Kerumitan mulai terasa saat kami mencoba menimbang-nimbang metode yang akan dipilih untuk khitanan Ifan.
Ada laser, ada khitan dokter konvensional, ada smart clamp, ada bogem... dan entah apa lagi. Semuanya ada kelebihan dan kekurangannya.
Dalam hal khitanan Ifan, saya dan suami hanya mempertimbangkan 2 pilihan pertama.
Metode Laser (Electric Cautery), metode terkini, paling minim perdarahan, paling cepat sembuh berdasarkan pengalaman beberapa keponakan. Namun, informasi dari teman suami yang juga seorang dokter menyatakan hasil khitannya bentuknya akan "terlalu sempurna" sehingga ada rasa khawatir yang bersangkutan akan kehilangan "greget" dalam hubungan suami istri di masa depan (duuuhhh maafff, nggak bermaksud nulis tentang pornografi, ini hanya menyampaikan kekhawatiran beberapa orang yang belum tentu terbukti).
Metode Konvensional (dengan pisau bedah), prosesnya lumayan lama dan berdarah, biaya tentunya lebih murah dan hasilnya menurut suami lebih "berseni" :D
Tapi penyembuhan juga lebih lama dibanding Metode Laser sehingga saya sempat khawatir karena berdasarkan kebijakan kantor saya hanya mendapat hak cuti 2 hari untuk khitanan anak, sedangkan cuti tahunan saya sudah habis dan cuti baru bisa diambil lagi per 1 September 2010 :(
Sebagai seorang Ibu, yang tidak pernah mengalami sakitnya di khitan, tentu saja inginnya Ifan menjalani metode yg minim rasa sakit. Namun sebagai seorang wanita, saya juga mengerti kekhawatiran suami mengenai kenikmatan hubungan suami istri bagi Ifan kelak.
Saya bertanya kepada beberapa teman yang pernah mengadakan khitan untuk putra atau keponakannya. Sisi positif dan negatif dari semuanya. Namun semua informasi yang saya dapatkan tidak bisa menenangkan hati saya.
Hingga saat makan siang hari Jumat yang lalu, saya ngobrol dengan rekan kerja yang terkadang jadi tempat saya bertanya soal Agama, Ali Aldjoeffry, mengenai rencana khitanan Ifan dan keresahan saya, Ali mengatakan satu hal yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh saya betapa pentingnya,
"Metode khitan apa pun yang nanti kamu dan suami sepakati itu nggak terlalu penting. Yang penting, yang menjalankan khitannya baca Bismillah..."
"Dug!" serasa dada saya tertinju :D
Astaghfirullah... Ya, tidak terpikir sama sekali oleh saya hal itu.
Padahal hampir setiap hari saya mendengarkan syair lagu Raihan :
Dimulakan dengan Bismillah
Disudahi dengan Alhamdulillah
Begitulah sehari dalam hidup kita
Mudah-mudahan dirahmati Allah...
Khitan, yang merupakan sunnah rasulullah, tentu akan lebih sempurna jika prosesnya diawali dengan menyebut nama Allah.
Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan saya membagi hal ini dengan tulisan, kekhawatiran ada teman lain yang mungkin teledor seperti saya :)
Syukur Alhamdulillah, lewat seorang teman saya disadarkan... Ali, many thanks for this :)
Ya, ternyata benar bahwa setiap urusan yang tidak dikaitkan kepada Allah, berpotensi menjadi besar, rumit, dan berat. Terbukti, setelah saya sampaikan kepada suami, bahwa saya setuju metode apapun yang suami pilih untuk khitanan Ifan asalkan yang melakukan khitan mengawalinya dengan menyebut nama Allah, beban berat yang tadinya seolah mengganduli saya seakan sirna seketika.
Bahkan kekhawatiran mengenai cuti pun langsung teratasi dengan bicara pada Ibu Saya (yang alhamdulillah masih sehat dan segar), meminta bantuan beliau untuk merawat Ifan pada saat saya kerja jika ternyata penyembuhan memakan waktu lebih lama dari cuti yang saya dapatkan.
Akhirnya, saya dan suami sepakat untuk meminta referensi dokter yang beragama Islam sehingga bisa menyempurnakan proses khitan dengan membaca "Bismillah" sebelum melakukan tindakan, dan hendak mengawalinya dengan konsultasi terlebih dahulu untuk mengetahui lebih jauh positif negatif masing-masing metode.
Mohon doa, teman-teman, semoga rencana khitanan Ifan berjalan dengan lancar :D
Jakarta, 7 Juni 2010
Yeni Suryasusanti
Dalam hadist Rasulullah bersabda:
"Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan memotong kuku" (H.R. Bukhari Muslim).
Liburan kenaikan kelas tahun ini, kami berencana mengadakan khitanan bagi Ifan. Usia Ifan pada tanggal 28 Oktober 2010 nanti Insya Allah genap 10 th.
Seperti umumnya para orang tua, hal pertama yang didiskusikan adalah metode yang digunakan dan perayaannya akan mengundang siapa saja.
Dengan berbagai pertimbangan, untuk perayaannya, akhirnya saya dan suami sepakat acara hanya untuk ajang silaturahmi keluarga dekat saja. Sedangkan untuk tetangga, kami akan mengirimkan makanan ala kadarnya sebagai tanda syukur dan pengumuman saja :)
Kerumitan mulai terasa saat kami mencoba menimbang-nimbang metode yang akan dipilih untuk khitanan Ifan.
Ada laser, ada khitan dokter konvensional, ada smart clamp, ada bogem... dan entah apa lagi. Semuanya ada kelebihan dan kekurangannya.
Dalam hal khitanan Ifan, saya dan suami hanya mempertimbangkan 2 pilihan pertama.
Metode Laser (Electric Cautery), metode terkini, paling minim perdarahan, paling cepat sembuh berdasarkan pengalaman beberapa keponakan. Namun, informasi dari teman suami yang juga seorang dokter menyatakan hasil khitannya bentuknya akan "terlalu sempurna" sehingga ada rasa khawatir yang bersangkutan akan kehilangan "greget" dalam hubungan suami istri di masa depan (duuuhhh maafff, nggak bermaksud nulis tentang pornografi, ini hanya menyampaikan kekhawatiran beberapa orang yang belum tentu terbukti).
Metode Konvensional (dengan pisau bedah), prosesnya lumayan lama dan berdarah, biaya tentunya lebih murah dan hasilnya menurut suami lebih "berseni" :D
Tapi penyembuhan juga lebih lama dibanding Metode Laser sehingga saya sempat khawatir karena berdasarkan kebijakan kantor saya hanya mendapat hak cuti 2 hari untuk khitanan anak, sedangkan cuti tahunan saya sudah habis dan cuti baru bisa diambil lagi per 1 September 2010 :(
Sebagai seorang Ibu, yang tidak pernah mengalami sakitnya di khitan, tentu saja inginnya Ifan menjalani metode yg minim rasa sakit. Namun sebagai seorang wanita, saya juga mengerti kekhawatiran suami mengenai kenikmatan hubungan suami istri bagi Ifan kelak.
Saya bertanya kepada beberapa teman yang pernah mengadakan khitan untuk putra atau keponakannya. Sisi positif dan negatif dari semuanya. Namun semua informasi yang saya dapatkan tidak bisa menenangkan hati saya.
Hingga saat makan siang hari Jumat yang lalu, saya ngobrol dengan rekan kerja yang terkadang jadi tempat saya bertanya soal Agama, Ali Aldjoeffry, mengenai rencana khitanan Ifan dan keresahan saya, Ali mengatakan satu hal yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh saya betapa pentingnya,
"Metode khitan apa pun yang nanti kamu dan suami sepakati itu nggak terlalu penting. Yang penting, yang menjalankan khitannya baca Bismillah..."
"Dug!" serasa dada saya tertinju :D
Astaghfirullah... Ya, tidak terpikir sama sekali oleh saya hal itu.
Padahal hampir setiap hari saya mendengarkan syair lagu Raihan :
Dimulakan dengan Bismillah
Disudahi dengan Alhamdulillah
Begitulah sehari dalam hidup kita
Mudah-mudahan dirahmati Allah...
Khitan, yang merupakan sunnah rasulullah, tentu akan lebih sempurna jika prosesnya diawali dengan menyebut nama Allah.
Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan saya membagi hal ini dengan tulisan, kekhawatiran ada teman lain yang mungkin teledor seperti saya :)
Syukur Alhamdulillah, lewat seorang teman saya disadarkan... Ali, many thanks for this :)
Ya, ternyata benar bahwa setiap urusan yang tidak dikaitkan kepada Allah, berpotensi menjadi besar, rumit, dan berat. Terbukti, setelah saya sampaikan kepada suami, bahwa saya setuju metode apapun yang suami pilih untuk khitanan Ifan asalkan yang melakukan khitan mengawalinya dengan menyebut nama Allah, beban berat yang tadinya seolah mengganduli saya seakan sirna seketika.
Bahkan kekhawatiran mengenai cuti pun langsung teratasi dengan bicara pada Ibu Saya (yang alhamdulillah masih sehat dan segar), meminta bantuan beliau untuk merawat Ifan pada saat saya kerja jika ternyata penyembuhan memakan waktu lebih lama dari cuti yang saya dapatkan.
Akhirnya, saya dan suami sepakat untuk meminta referensi dokter yang beragama Islam sehingga bisa menyempurnakan proses khitan dengan membaca "Bismillah" sebelum melakukan tindakan, dan hendak mengawalinya dengan konsultasi terlebih dahulu untuk mengetahui lebih jauh positif negatif masing-masing metode.
Mohon doa, teman-teman, semoga rencana khitanan Ifan berjalan dengan lancar :D
Jakarta, 7 Juni 2010
Yeni Suryasusanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar