Di kamar, saya memiliki sebuah lemari kecil dengan 4 pintu bersusun.
Rak paling atas saya gunakan untuk tempat meletakkan perawatan wajah dan tubuh seperti bedak, lipstik, body lotion, deodoran dan parfum. Rak kedua saya gunakan untuk penyimpanan jilbab persegi. Rak ketiga saya gunakan untuk penyimpanan jilbab instant (bergo), manset dan ciput. Sedangkan rak terakhir untuk sajadah dan mukena.
Seperti umumnya furniture yang terbuat dari kayu press, kekuatannya tentu juga terbatas.
Pintu rak ketiga pernah pecah kayunya di bagian engsel atasnya karena ditarik buka tutup oleh Fian - putra bungsu saya yang usianya hampir 3 th - yang senang mendengar suara "klik... klik" :)
Terbiasa menyiasati barang-barang rusak yang belum waktunya diganti, saya menempelkan kembali potongan kayu tersebut dengan menggunakan lakban bening sehingga pintu tersebut kembali bisa berfungsi :D
Namun, karena Fian masih terus "bersemangat" mendengar bunyi-bunyian menarik... kembali pintu rak ketiga tersebut pecah lagi, kali ini di bagian engsel bawahnya hehehhe...
Nah, kesalahan saya disini adalah, saya menunda untuk memperbaikinya hingga beberapa lama, karena toh pintu rak tersebut masih bisa ditutup. Hanya saja, saat akan membuka harus hati-hati agar tidak terlepas dari engselnya.
Senin malam yang lalu, seperti biasa saat saya sudah tiba di rumah, Fian sulit dilepaskan dari seputaran tubuh saya. Dia memeluk, merangkak masuk diantara kaki saya, berjalan bahkan berlari memutari tubuh saya sambil berteriak-teriak, "Bunda udah puyang!! Bunda udah puyang!!" heheheh...
Saat saya berdiri di depan lemari kecil saya, ketika kapas sudah di tangan dan saya hendak membersihkan wajah, Fian melanjutkan hobbynya menarik dan menutup pintu rak ketiga untuk mendengarkan bunyinya... dan terjadilah musibah kecil yang cukup menyakitkan : Pintu rak terlepas dari engselnya dan menimpa jari telunjuk kaki kiri saya persis diatas buku jarinya :((
Kontan saya menjerit, bahkan sampai langsung terguling di lantai.
Ya Allah... saya pernah juga mengalami kaki tertimpa, tapi ternyata jika hanya 1 jari saja yang tertimpa rasa sakitnya sungguh luar biasa...
Air mata keluar dengan sendirinya dan saya mengerang, "Ya Allah... Ya Allah..." sambil meringkuk.
Fian kaget, langsung berjongkok di samping saya.
"Bunda cakit ya? Ketimpa gaya-gaya Fian ya? Cakit peyut ya? Maafin Fian ya Bunda..." katanya beruntun karena melihat saya meringkuk dengan tangan diatas perut.
Hahahaha.... duh saat itu saya sempat terpikir mungkin gini ya kalo dokter salah diagnosa... karena pasiennya salah menampilkan gejala... yang sakit kaki saya tapi kog ya tangan saya di perut...
Setengah tertawa setengah menangis, saya bilang, "Kaki bunda yang sakit Fian..."
Tanpa saya minta, Fian berlari keluar memanggil suami saya.
"Ayaaahhhh.... Ayaaaahhh.... Ayah dimana ciiihhhhh???"
Suami saya muncul dari teras, "Fian panggil ayah? Ada apa?"
"Itu Bunda cakiittt.... Ayah obatin duyuuuuu...." teriak Fian sambil kembali berlari ke kamar saya.
Saya di papah suami ke tempat tidur. Jari saya yang lebam dioleskan entah apa oleh suami saya. Fian ikut naik ke tempat tidur, meniup jari kaki saya, kemudian mencium dan memeluk saya.
Saat hendak menemani Fian tidur, kaki saya masih cenat cenut luar biasa hingga saya mengerang. Mata Fian terbuka kembali dan berkata, "Masih cakit ya Bunda?"
Saya hanya mengangguk.
Fian kembali turun dari tempat tidur mencari suami saya, "Ayaaahhh..... itu Bunda macih cakiiittt.... Obatin biar cembuh dooongggg...."
Duh Fian... Saya jadi terharu...
Hari Selasa pagi, saya tetap ke kantor seperti biasa, diantar suami. Karena waktu di rumah saya masih bisa jalan meski sedikit terpincang-pincang, saya tetap mengenakan sepatu. Saya pikir, "Ah, kan sepatu saya lembut ini, bukan hak tinggi pula..."
Ternyata, begitu sampai di kantor, jari saya sakit luar biasa jika digunakan untuk berjalan. Duh, mana saya tidak punya stock sendal di kantor...
Atasan saya melihat hal tersebut, langsung menawarkan sendalnya, yang alhamdulillah ukuran kakinya sama dengan saya. Dan benar, setelah memakai sendal yang depannya terbuka dan jari saya bisa bebas bergerak, sakitnya terasa jauh lebih ringan :)
Selesai shalat zuhur, jari kaki saya semakin cenat cenut... akhirnya saya mendatangi teman GA untuk meminta balsem.
Kembali ke meja saya, dengan tanpa kaus kaki, teman-teman melihat jari telunjuk kaki kiri saya yang kini hitam.
Ana, seorang teman accounting - yang katanya dulu suka di urut ayahnya karena jatuh - berkata, "Mbak, itu jarinya harus di urut... biar nggak jadi darah mati..."
Akhirnya Ana yang mengurut jari telunjuk kaki saya dengan balsem, dan mengajari saya bagaimana cara mengurut yang benar yaitu dari ujung jari ke arah atas agar peredaran darah saya lancar kembali... duh, sampai melintir-melintir saya menahan sakitnya hehhehe...
Akhirnya Ana yang mengurut jari telunjuk kaki saya dengan balsem, dan mengajari saya bagaimana cara mengurut yang benar yaitu dari ujung jari ke arah atas agar peredaran darah saya lancar kembali... duh, sampai melintir-melintir saya menahan sakitnya hehhehe...
Namun setelahnya, alhamdulillah... warna hitam di jari telunjuk kaki saya berganti menjadi merah lebam, dan sakitnya sungguh jauh berkurang :)
Lesson learnt dari kejadian ini adalah :
- Jangan menunda pekerjaan. Jika saya langsung memperbaiki pintu rak yang rusak, tentu tidak akan terjadi musibah kecil ini :)
- Jika sedang sakit dan mau berobat, tunjukkan gejala sakit yang tepat agar tidak ada kemungkinan salah diagnosa dan salah pemberian obat. Jangan seperti saya yang memegang perut pada saat kaki yang sakit sehingga Fian salah duga saya sakit perut :D
- Ajari dengan contoh. Saat saya cerita kejadiannya kepada teman, ada yang bertanya bagaimana cara mendidik Fian menjadi anak yang perhatian saat saya sakit. Saya berkata : hanya dengan melakukan hal serupa, yaitu menyayangi dan memperhatikan Fian ketika dia sehat maupun sakit. Alhamdulillah, ternyata saat saya sakit, Fian memberi kasih sayang sama :)
- Pikiran yang sakit ibarat Jari Kaki yang sakit. Saat jari saya sakit dan saya memaksa tetap mengenakan sepatu, sakit yang saya rasakan sungguh luar biasa. Namun saat saya mengenakan sendal, sakitnya sangat jauh berkurang. Sama dengan pikiran yang sakit. Jika kita sedang ada masalah, jangan mengurung dan menutup diri, karena kita justru akan semakin stress. Buka diri, bahkan jika mungkin bantulah orang lain. Insya Allah masalah kita tidak akan terasa terlalu berat lagi meskipun belum selesai :)
- Ternyata benar pepatah orang dulu, "Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing." Jika kena hanya 1 jari memang pasti lebih berat sakitnya, karena beban pintu rak terasa berat akibat ditumpu pada 1 jari saja. Sedangkan jika seluruh kaki yang kena mungkin cedera akan lebih ringan karena beban pintu rak akan terbagi dengan jari-jari lainnya. Juga memiliki atasan dan teman-teman yang baik sungguh meringankan penderitaan saya :D
- Terakhir, penyembuhan itu membutuhkan proses, dan terkadang proses pengobatannya menyakitkan. Meskipun demikian, memutuskan menjalani proses pengobatan meskipun menyakitkan ternyata mempercepat proses penyembuhan. Sama dengan diri kita. Untuk berubah menjadi lebih baik perlu waktu, terkadang melewati ujian yang menyakitkan. Tapi semua itu pasti akan terasa berharga ketika kita sampai diujung penantian, saat semua amal kita diperhitungkan :)
Saat ini, saya masih mengenakan sendal ke kantor. Tapi sakit dan memar di jari kaki saya sudah sangat jauh berkurang, karena rutin saya urut dengan zambuk, sehingga kini hanya tinggal warna kemerahan di atas buku jari di bawah kuku saja...
Alhamdulillah, tak putus saya bersyukur pada Allah telah dianugrahi keluarga, atasan dan teman-teman yang juga perhatian dan penuh kasih sayang... :)
Jakarta, 10 Februari 2011
Yeni Suryasusanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar