"Bun, yuk kita beli pemadam kebakaran kecil untuk di dapur," ajak suami saya saat kami sedang berkeliling di Ace Hardware beberapa tahun yang lalu.
Saat melihat harganya (lebih dari Rp 400 ribu!), karakter "orang keuangan" dalam diri saya sempat berperang dengan ajaran yang saya terima di Paskibra SMA 78 dulu, ajaran yang sejak lama telah mendarah daging : Always prepare for the worst. You'll never know what will happen until you're sorry.
Sharing pengalaman beberapa teman di NCC yang pernah mengalami kecelakaan di dapurnya akibat oven dan gas, akhirnya membuat saya ikut menyetujui pembelian sebuah alat yang - jika saya boleh memilih - tidak ingin sampai perlu saya gunakan seumur hidup saya : sebuah alat pemadam kebakaran.
Sejak lulus kuliah dari FKM UI, adik didik saya, Debby Cintya, bekerja sebagai salah seorang Safety di salah satu perusahaan kontraktor mining di Kalimantan. Seperti juga saya, bidang pekerjaan yang dicintainya juga seolah mendarahdaging sehingga mencerminkan kesehariannya :)
Saat menghadiri syukuran rumah baru sahabat saya, Erlangga dan Puspa Rini, Debby mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang terlihat dan langsung berbisik, "Mbak, sampaikan kepada Mas Elan, anak tangganya tidak aman, tidak ada kuku macan di ujungnya. Jika Tata (anak Elan dan Puspa) terbentur, bisa robek kulitnya. Kalau pakai kuku macan, hanya memar saja..." hehehhehee....
Dan komentar saya sebagai orang awam dalam istilah safety saat itu adalah, "Kuku macan? Bukannya itu sejenis kerupuk ikan yang suka kamu bawa dari Kalimantan untuk saya?" heheheheh tapi segera saya sampaikan hal itu pada sahabat saya.
Ketika sedang cuti dan mendapatkan ada alat pemadam kebakaran kecil di dapur saya, Debby segera melepasnya dari dinding dan menunggingkan alat tersebut sambil mendekatkannya ke telinga, mendengarkan suaranya.
"Oh, oke, masih bagus kualitas isinya..." gumam Debby. Saya yang kebetulan memperhatikan langsung bertanya, "Memangnya bisa kadaluarsa gitu? Gimana tandanya?"
"Isi pemadam kebakaran ini seperti tepung mbak. Kalau sudah tidak terdengar desirnya jika ditunggingkan, maka sudah melempem. Jika kita gunakan untuk menyemprot api, maka dia akan menyumbat dan tidak bisa menyemprot sehingga tidak berguna utk memadamkan api..." jelas Debby panjang lebar.
Sejak saat itu, setiap kali pulang cuti dan main ke rumah saya, Debby selalu menyempatkan mengecek kualitas isi alat pemadam kebakaran kecil di dapur saya :)
Teringat akan semua hal tersebut diatas, tidak putus saya mengucap Alhamdulillah untuk bersyukur kepada Allah, bagaimana semua hal itu akhirnya menyelamatkan dapur kami dari kebakaran kecil pada dini hari Sabtu, 8 Mei 2010 kemarin.
Pada hari itu sekitar jam 03.00 WIB, saat seperti biasa terbangun di dini hari, saya mendengar bunyi seperti antara bunyi letupan dan barang jatuh di dapur.
"Ah, paling kucing atau tikus yang berhasil masuk dapur," pikir saya enteng. Kemudian pada jam 04.00 WIB, terdengar teriakan dari tangga atas, dimana kamar asisten rumah tangga kami, Yanti, berada.
"Bundaaaaaaaaa, ini asap apaan???!!!" Saya dan suami secara reflek segera loncat dan berlari ke arah dapur, yang telah dipenuhi asap tebal.
Masya Allah.... Kebakaran !!! Setelah kejadian ini berlalu, barulah terpikir oleh saya bahwa betapa adilnya Allah mengatur pasangan pria dan wanita. Pada kejadian ini saya melihat bukti perbedaan pola pikir antara pria dan wanita dengan jelas.
Suami yang telah lebih dulu sampai di dapur dan melihat sumber api, berlari kembali ke luar dapur sambil berkata, "listrik!", sedangkan saya yang baru setengah jalan menuju dapur berlari sambil mengatakan, "pemadam di dinding dapur!"
Paham dengan arti satu kalimat yang diucapkan masing-masing tanpa bertanya, suami berbalik lari kembali ke dapur dan memadamkan api dengan alat pemadam kecil yang ada di dinding dapur, sedangkan saya berlari menuju MCB tempat pengaturan sekring listrik rumah kami yang terletak di sela lemari di ruang tamu.
Indah bukan bagaimana Allah mengatur alam pikiran 2 manusia yang berbeda jenis kelamin? :)
Ternyata reflek pria adalah untuk melihat kondisi secara luas, dibuktikan oleh suami yang memikirkan untuk mematikan listrik agar tidak terjadi korslet di seluruh rumah yang bisa menyebabkan kebakaran lebih besar. Sedangkan reflek wanita adalah untuk melihat kondisi fokus, dibuktikan oleh saya yang langsung memikirkan bagaimana memadamkan api. Subhanallah...
Finally, kebakaran kecil tersebut berhasil kami atasi bersama, dan meninggalkan bekas gosong di seluruh langit-langit dapur dan kitchen set diatas microwave yang sedikit terbakar, kaca atas lemari piring yang pecah akibat panas, 1 buah microwave yang habis terbakar dan 1 buah stabilizer.
Hari itu kami langsung memanggil Pak Salim, tukang yang biasa kami gunakan untuk membenahi dapur.
Dari perjelasan Pak Salim akhirnya saya mengetahui bahaya penggunaan "Steker T" secara terus menerus sebagai pencabangan listrik.
Salah satu stop kontak di dapur memang dipasang "Steker T" untuk menggandakan sambungan listriknya. Satu cabang untuk untuk stabilizer lemari es dan satu cabang lagi untuk stabilizer microwave yang terletak di atas lemari piring.
Ternyata cabang ke stabilizer microwafe sedikit longgar, dan diduga api memercik dari sana, kemudian membakar kabel stabilizer dan akhirnya membakar microwave yang mengakibatkan ledakan kecil.
Hari itu juga kami langsung mengganti semua “Steker T” yang ada di rumah untuk peralatan listrik yang tidak dicabut terus menerus dengan steker ganda atau pengganda yang tidak tergantung di dinding.
Alhamdulillah… Puji syukur tak putus saya panjatkan kepada Allah kebakaran kecil ini terjadi dini hari menjelang subuh dimana kami memang terbiasa terjaga. Jika terjadi pada tengah malam, mungkin akibat kebakarannya akan lebih besar lagi.
Ucapan terima kasih saya ucapkan terutama pada suami saya yang mengusulkan pembelian alat pemadam kebakaran untuk dapur kami, kepada teman-teman NCC atas sharingnya mengenai alat pemadam kebakaran sehingga meneguhkan keinginan membeli barang yang saya berharap tidak pernah lagi saya gunakan, dan Debby yang selalu setia mengecek kualitas isinya yang saat ini sedang menunggu untuk di isi ulang :)
Semoga kejadian ini tidak pernah terulang lagi pada kami, dan tidak akan pernah terjadi pada teman-teman semua… Amin... Insya Allah…
Jakarta, 9 Mei 2010
Yeni Suryasusanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar