"Bun, aku capek deh, rasanya masalahku kog nggak pernah berhenti ya... Satu belum selesai, yang baru udah datang lagi, satu selesai, dua datang lagi..." demikian jawaban asisten rumah tangga saya saat saya bertanya mengapa dia terlihat sangat bete sehingga melalaikan beberapa tanggung jawabnya pada suatu hari.
Saya tersenyum. Menjadi seorang wanita memang berarti harus siap menjadi “pendengar” bagi orang-orang tercinta yang berada di sekeliling kita : suami, anak, bahkan asisten rumah tangga :D
Teringat bertahun-tahun sebelumnya, rasanya sudah lamaaaa sekali, saat saya mengatakan hal senada kepada salah seorang instruktur Paskibra saya. Saat saya merasa menjadi orang yang “paling menderita” di dunia, mengasihani diri sendiri, hingga saya meneteskan air mata.
Berbeda dengan reaksi umum seorang pendengar yang akan memberikan “bahu untuk menangis”, instruktur saya – yang sejak awal saya mengenal beliau tidak pernah melakukan hal seperti itu :D – hanya mengambil sekotak tissue, meletakkannya di depan saya, dan kemudian tidak mengatakan apa-apa hingga saya selesai bercerita dan menghapus air mata saya :)
Setelah air mata saya kering, beliau berkata, “Ada 2 orang adik Paskibra yang ingin saya pertemukan dengan kamu dan saya minta kamu mendengarkan masalah mereka.”
Saya masih ingat bagaimana kata-kata intruktur saya tersebut membuat saya terpana. What? Saya yang sedang merasa “paling menderita” di dunia, yang ingin mencari pemecahan dari masalah saya dan penghiburan dari rasa sedih saya malah harus mendengarkan masalah orang lain?
“Panggil Debby,” instruksi beliau kepada salah seorang adik paskibra yang kebetulan lewat di dekat ruangan tempat kami berada. Debby Cintya masuk dan diminta duduk di depan saya.
“Debby, saya ingin kamu menceritakan kepada Mbak Yeni masalah yang kamu alami yang pernah kamu ceritakan pada saya, hanya dalam 1 kalimat pendek saja.”
Debby mengangguk, dan dengan nada datar, tanpa emosi sedikitpun, mengungkapkan apa yang pernah dialaminya, hanya dengan satu kalimat pendek. Setelah itu Debby diminta meninggalkan ruangan kembali, meninggalkan saya yang hanya bisa ternganga dan menahan nafas mendengar kalimatnya. Saya tidak bisa menuliskan disini apa kalimat yang dikatakan Debby. Tapi bisa saya katakan, saat itu saya langsung merasa sangat bodoh mengasihani diri sendiri, merasa sangat malu. Masalah yang saya alami secara keseluruhan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan 1 kalimat pendek tersebut. Detik itu juga saya langsung merasa bersyukur, dan merasa masalah saya luar biasa ringan dan bisa saya hadapi dengan hati yang ringan pula.
Belum selesai sampai di situ, instruktur saya kembali memberikan instruksi, “Panggil Sissy.”
“Sissy, mumpung ada Mbak Yeni yang mungkin bisa membantu masalah kamu dengan pandangan beliau dari sisi wanita, kamu bisa menceritakan masalah kamu dengan lengkap pada Mbak Yeni.”
Meluncurlah cerita dari bibir cantik Sissy tentang masalah yang dihadapinya lengkap dengan keraguannya akan cara penyelesaian masalahnya.
Saya pun terbawa, larut dalam diskusi tentang berbagai kemungkinan yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan masalah tersebut, hingga melupakan masalah saya sendiri… :)
Dalam pandangan umum, mungkin yang terlihat pada akhirnya saya membantu mendidik kedua adik paskibra saya tersebut, minimal dengan membuka wawasan mereka, menunjukkan sudut pandang yang tadinya belum terpikirkan oleh mereka, meyakinkan mereka bahwa tindakan yang mereka lakukan sudah benar adanya.
Namun, yang sampai nanti tidak akan pernah saya lupakan, dalam pandangan saya justru merekalah yang membantu saya.
Cerita Debby membuat saya bertekad untuk tidak pernah lagi mengasihani diri sendiri dan menunjukkan betapa saya harus bersyukur karena ternyata masih banyak orang yang cobaan hidupnya lebih berat daripada yang saya alami. Sedangkan cerita Sissy membantu saya belajar mengalihkan fokus dari masalah saya, menunjukkah bahwa dengan beristirahat sejenak dari beban masalah saya justru membantu saya untuk lebih tenang ketika saya harus kembali kepada masalah saya untuk memikirkan jalan keluarnya :)
Mungkin sama dengan analogi bersedekah yang pernah saya dengar, bahwa dengan bersedekah maka Allah akan memberikan kelapangan.
Secara logika, bagaimana mungkin dengan memberikan uang ataupun apapun bentuknya malah membuat kita merasa lapang? Saya menemukan intisarinya saat saya menjadikan diri saya tempat bercerita bagi kedua adik Paskibra saya diatas.
Ketika kita kekurangan namun kita bersedekah, maka kita akan melihat orang yang lebih susah hidupnya daripada kita, dan kita akan merasakan kelapangan rizki yang luar biasa, padahal sebelumnya kita merasa kekurangan.
Pada saat saya membantu adik-adik paskibra saya tersebut, saya menjadi bersyukur dengan masalah yang saya hadapi karena tidak seberat masalah mereka dan akhirnya saya mendapatkan kelapangan hati. Dengan kelapangan hati, masalah yang semula terasa berat akan terasa menjadi lebih ringan hingga lebih mudah diselesaikan.
Orang yang secara sadar terus melatih diri untuk bisa menyikapi tekanan hidup dengan baik Insya Allah dalam situasi tekanan kehidupan yang berat tetap saja dapat menikmati kehidupan. Ini hal yang saya pelajari dari kedua adik didik saya. Melihat mereka mampu bertahan dengan masalah yang saya anggap luar biasa berat, meskipun sesekali terlihat gamang, tetapi tidak putus asa, memacu saya untuk melakukan hal yang sama dengan cara yang sedikit berbeda : Belajar untuk bersabar, yakin bahwa tanpa pertolongan Allah tak mungkin saya mampu melewati ujian demi ujian, serta Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi saya dan memberikan ujian sesuai dengan kesanggupan saya.
Saya pernah membaca bahwa menurut istilah syariat, sabar artinya: “Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.”
Well, sepertinya belajar untuk bersabar mungkin adalah yang paling berat bagi saya :D
Namun saya mendapat kekuatan dari Al Qur’an dan Hadist dibawah ini :
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa beriman kepada Allah (bersabar) niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At Taghaabun: 11)
“Rasulullah saw bersabda : “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seorang muslim, melainkan Allah SWT telah menghapus dengan musibah itu dosanya. Meskipun musibah itu adalah duri yang menusuk dirinya.” (HR. Al-Bukhari no. 3405 dan Muslim 140-141/1062)
Saya sungguh menyadari betapa banyak dosa yang telah saya lakukan selama ini. Jika semua ujian yang saya terima merupakan peluruh dosa, berarti sungguh Allah masih menyayangi saya karena tidak membiarkan saya terlena dengan dunia dan melupakan akhirat dimana saya akan diminta mempertanggungjawabkan semua perbuatan saya di dunia.
Inilah yang akhirnya saya sampaikan kepada asisten rumah tangga saya, bahwa betapa dia seharusnya merasa bersyukur Allah masih memperhatikan dirinya. Karena dengan ujian yang terus menerus menempa, jika dia sabar dan ikhlas, selain sebagai peluruh dosa, maka Insya Allah kelak dia akan menjadi pribadi yang matang dan mampu berempati dengan penderitaan orang lain pula.
Bagaikan sebuah puzzle yang jika dilihat satu keping saja tidak akan terlihat keindahannya. Namun, jika kita bersabar dan terus mengerjakan puzzle tersebut meskipun sulit, di akhir nanti setelah semuanya selesai akan terlihat keindahan gambarnya.
“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan).
(Setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun).”
[HR. At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99]
*di shahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no.143
Kepada Debby dan Sissy (yang kini entah dimana :)), ucapan terima kasih rasanya tidak akan pernah cukup, karena pertemuan dengan kalian berdua turut membantu saya belajar bersyukur atas semua ujian hidup yang Allah berikan kepada saya :)
Jakarta, 16 Mei 2010
Yeni Suryasusanti
Saya tersenyum. Menjadi seorang wanita memang berarti harus siap menjadi “pendengar” bagi orang-orang tercinta yang berada di sekeliling kita : suami, anak, bahkan asisten rumah tangga :D
Teringat bertahun-tahun sebelumnya, rasanya sudah lamaaaa sekali, saat saya mengatakan hal senada kepada salah seorang instruktur Paskibra saya. Saat saya merasa menjadi orang yang “paling menderita” di dunia, mengasihani diri sendiri, hingga saya meneteskan air mata.
Berbeda dengan reaksi umum seorang pendengar yang akan memberikan “bahu untuk menangis”, instruktur saya – yang sejak awal saya mengenal beliau tidak pernah melakukan hal seperti itu :D – hanya mengambil sekotak tissue, meletakkannya di depan saya, dan kemudian tidak mengatakan apa-apa hingga saya selesai bercerita dan menghapus air mata saya :)
Setelah air mata saya kering, beliau berkata, “Ada 2 orang adik Paskibra yang ingin saya pertemukan dengan kamu dan saya minta kamu mendengarkan masalah mereka.”
Saya masih ingat bagaimana kata-kata intruktur saya tersebut membuat saya terpana. What? Saya yang sedang merasa “paling menderita” di dunia, yang ingin mencari pemecahan dari masalah saya dan penghiburan dari rasa sedih saya malah harus mendengarkan masalah orang lain?
“Panggil Debby,” instruksi beliau kepada salah seorang adik paskibra yang kebetulan lewat di dekat ruangan tempat kami berada. Debby Cintya masuk dan diminta duduk di depan saya.
“Debby, saya ingin kamu menceritakan kepada Mbak Yeni masalah yang kamu alami yang pernah kamu ceritakan pada saya, hanya dalam 1 kalimat pendek saja.”
Debby mengangguk, dan dengan nada datar, tanpa emosi sedikitpun, mengungkapkan apa yang pernah dialaminya, hanya dengan satu kalimat pendek. Setelah itu Debby diminta meninggalkan ruangan kembali, meninggalkan saya yang hanya bisa ternganga dan menahan nafas mendengar kalimatnya. Saya tidak bisa menuliskan disini apa kalimat yang dikatakan Debby. Tapi bisa saya katakan, saat itu saya langsung merasa sangat bodoh mengasihani diri sendiri, merasa sangat malu. Masalah yang saya alami secara keseluruhan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan 1 kalimat pendek tersebut. Detik itu juga saya langsung merasa bersyukur, dan merasa masalah saya luar biasa ringan dan bisa saya hadapi dengan hati yang ringan pula.
Belum selesai sampai di situ, instruktur saya kembali memberikan instruksi, “Panggil Sissy.”
“Sissy, mumpung ada Mbak Yeni yang mungkin bisa membantu masalah kamu dengan pandangan beliau dari sisi wanita, kamu bisa menceritakan masalah kamu dengan lengkap pada Mbak Yeni.”
Meluncurlah cerita dari bibir cantik Sissy tentang masalah yang dihadapinya lengkap dengan keraguannya akan cara penyelesaian masalahnya.
Saya pun terbawa, larut dalam diskusi tentang berbagai kemungkinan yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan masalah tersebut, hingga melupakan masalah saya sendiri… :)
Dalam pandangan umum, mungkin yang terlihat pada akhirnya saya membantu mendidik kedua adik paskibra saya tersebut, minimal dengan membuka wawasan mereka, menunjukkan sudut pandang yang tadinya belum terpikirkan oleh mereka, meyakinkan mereka bahwa tindakan yang mereka lakukan sudah benar adanya.
Namun, yang sampai nanti tidak akan pernah saya lupakan, dalam pandangan saya justru merekalah yang membantu saya.
Cerita Debby membuat saya bertekad untuk tidak pernah lagi mengasihani diri sendiri dan menunjukkan betapa saya harus bersyukur karena ternyata masih banyak orang yang cobaan hidupnya lebih berat daripada yang saya alami. Sedangkan cerita Sissy membantu saya belajar mengalihkan fokus dari masalah saya, menunjukkah bahwa dengan beristirahat sejenak dari beban masalah saya justru membantu saya untuk lebih tenang ketika saya harus kembali kepada masalah saya untuk memikirkan jalan keluarnya :)
Mungkin sama dengan analogi bersedekah yang pernah saya dengar, bahwa dengan bersedekah maka Allah akan memberikan kelapangan.
Secara logika, bagaimana mungkin dengan memberikan uang ataupun apapun bentuknya malah membuat kita merasa lapang? Saya menemukan intisarinya saat saya menjadikan diri saya tempat bercerita bagi kedua adik Paskibra saya diatas.
Ketika kita kekurangan namun kita bersedekah, maka kita akan melihat orang yang lebih susah hidupnya daripada kita, dan kita akan merasakan kelapangan rizki yang luar biasa, padahal sebelumnya kita merasa kekurangan.
Pada saat saya membantu adik-adik paskibra saya tersebut, saya menjadi bersyukur dengan masalah yang saya hadapi karena tidak seberat masalah mereka dan akhirnya saya mendapatkan kelapangan hati. Dengan kelapangan hati, masalah yang semula terasa berat akan terasa menjadi lebih ringan hingga lebih mudah diselesaikan.
Orang yang secara sadar terus melatih diri untuk bisa menyikapi tekanan hidup dengan baik Insya Allah dalam situasi tekanan kehidupan yang berat tetap saja dapat menikmati kehidupan. Ini hal yang saya pelajari dari kedua adik didik saya. Melihat mereka mampu bertahan dengan masalah yang saya anggap luar biasa berat, meskipun sesekali terlihat gamang, tetapi tidak putus asa, memacu saya untuk melakukan hal yang sama dengan cara yang sedikit berbeda : Belajar untuk bersabar, yakin bahwa tanpa pertolongan Allah tak mungkin saya mampu melewati ujian demi ujian, serta Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi saya dan memberikan ujian sesuai dengan kesanggupan saya.
Saya pernah membaca bahwa menurut istilah syariat, sabar artinya: “Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.”
Well, sepertinya belajar untuk bersabar mungkin adalah yang paling berat bagi saya :D
Namun saya mendapat kekuatan dari Al Qur’an dan Hadist dibawah ini :
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa beriman kepada Allah (bersabar) niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At Taghaabun: 11)
“Rasulullah saw bersabda : “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seorang muslim, melainkan Allah SWT telah menghapus dengan musibah itu dosanya. Meskipun musibah itu adalah duri yang menusuk dirinya.” (HR. Al-Bukhari no. 3405 dan Muslim 140-141/1062)
Saya sungguh menyadari betapa banyak dosa yang telah saya lakukan selama ini. Jika semua ujian yang saya terima merupakan peluruh dosa, berarti sungguh Allah masih menyayangi saya karena tidak membiarkan saya terlena dengan dunia dan melupakan akhirat dimana saya akan diminta mempertanggungjawabkan semua perbuatan saya di dunia.
Inilah yang akhirnya saya sampaikan kepada asisten rumah tangga saya, bahwa betapa dia seharusnya merasa bersyukur Allah masih memperhatikan dirinya. Karena dengan ujian yang terus menerus menempa, jika dia sabar dan ikhlas, selain sebagai peluruh dosa, maka Insya Allah kelak dia akan menjadi pribadi yang matang dan mampu berempati dengan penderitaan orang lain pula.
Bagaikan sebuah puzzle yang jika dilihat satu keping saja tidak akan terlihat keindahannya. Namun, jika kita bersabar dan terus mengerjakan puzzle tersebut meskipun sulit, di akhir nanti setelah semuanya selesai akan terlihat keindahan gambarnya.
“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan).
(Setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun).”
[HR. At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99]
*di shahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no.143
Kepada Debby dan Sissy (yang kini entah dimana :)), ucapan terima kasih rasanya tidak akan pernah cukup, karena pertemuan dengan kalian berdua turut membantu saya belajar bersyukur atas semua ujian hidup yang Allah berikan kepada saya :)
Jakarta, 16 Mei 2010
Yeni Suryasusanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar