Sejak usia 7 bulan, sudah terlihat bahwa Fian akan tumbuh menjadi anak yang aktif, ingin tahu dan banyak bicara. Meskipun selama ini alhamdulillah untuk hal yang berbahaya Fian masih bisa diberi penjelasan, namun tetap saja beberapa kecelakaan ringan terjadi seperti terjatuh karena tersandung kaki sendiri atau terbentur kaca bening di kantor saya hehehe...
Sabtu 2 minggu yang lalu, 8 Januari 2011, terjadi kecelakaan di ruang makan keluarga kami.
Pagi itu suami saya sudah berangkat untuk mengikuti sebuah workshop. Saya sedang sarapan di meja makan, pengasuh fian juga duduk di kursi meja makan sambil mengawasi Fian yg berdiri sambil turun naik memanjat galon aqua yg penuh isinya untuk memandang keluar jendela di belakang kursi yang saya duduki, dan sesekali menarik kursi makan di sebelah saya.
Entah bagaimana kejadian awalnya, tiba-tiba Fian menjerit menangis sambil berlari kemudian berpegangan ke sandaran kursi saya.
Melihat saya tidak bisa bergerak memundurkan kursi karena ada Fian di belakang saya, pengasuh berlari untuk memeluk Fian, dan menjerit, "Bundaaaa.... air panassss!!!"
Masya Allah... ternyata punggung Fian menekan keran air panas dispenser yang lokasinya tidak jauh dari jendela :((
Reflek, pengasuh Fian menjauhkan Fian dari belakang kursi saya dan membuka piyama dan kaus dalam Fian sekaligus, mengakibatkan sebagian kulit dengan diameter sekitar 2,5 cm tercabut.
Fian menjerit menangis, "Bundaaa..... panasssss.........." sambil dengan reflek menggapaikan tangannya ke punggung dan mengakibatkan kulit kembali tercabut di tempat lain di punggungnya.
Sedangkan saya, begitu berhasil membebaskan diri dari kursi, segera mengangkat Fian ke kamar mandi sambil berteriak, "Yanti, ambil es batu dan Nutrimoist di kotak obat!!!"
Saya menyiram punggung Fian dengan air dingin beberapa kali, kemudian mengeringkan tubuh bagian depan dan membungkus tubuhnya dari pinggang ke bawah dengan handuk dan membiarkan punggungnya terbuka.
Segera saya menelungkupkan Fian yang masih menangis "Panas bundaaaa..." dipangkuan saya, dan mengusapkan es batu di kulit sekitar luka yang terbuka. Setelah kulitnya terasa dingin, baru saya keringkan dan mengolesnya denganNutrimoist. Pengasuh Fian melihat sambil menangis dan membantu mengipasi punggung Fian setiap kali Fian berkata punggungnya panas...
Tak lama Fian reda tangisnya dan minta dipeluk saya saja, belum mau turun dari pangkuan saya.
Kulit Fian terkelupas, dan saya tahu bahwa saya harus membawanya ke rumah sakit, khawatir terjadi infeksi.
Menyadari saat itu hujan dan tidak mungkin saya membawa Fian naik ojek agar bisa cepat ditangani - seperti saat saya membawa almarhumah Nada yang kejang dulu - saya akhirnya menghubungi handphone suami...
"Ayah udah dimana?"
"Udah sampai di tempat workshop di Pluit, Bun. Kenapa?"
"Punggung Fian kena air panas dari dispenser, kulitnya ada yang tercabut, Yah... Harus dibawa ke rumah sakit..."
"Astaghfirullah... Ayah pulang sekarang," kata suami saya singkat dan langsung menutup telepon.
Sementara menunggu suami pulang, saya ganti baju dengan tetap sambil menggendong Fian kerena Fian tidak mau digendong pengasuhnya.
Bingung saat akan mengenakan jilbab, saya akhirnya mencoba mengalihkan perhatian Fian dari sakitnya.
"Fian, Bunda mau pakai jilbab dulu. Fian duduk di tempat tidur ya... Fian mau body lotion?"
"Mau, Bun..."
Dan Fian terlupa dengan punggungnya yg terkelupas, dan asyik mengoleskan body lotion bayi di tangan dan kakinya :)
Fian pun saya pakaikan celana panjang piyama dan jaket yang dipakai terbalik sehingga punggungnya tetap terbuka.
Kemudian saya menghubungi Dr. Attila Dewanti, dokter Fian sejak lahir. Karena Dr. Attila sedang praktek di rumahnya di Jl. Tulodong, susternya yang mengangkat hpnya. Saya menceritakan kejadian pagi ini, dan Dr. Attila menyarankan agar Fian di bawa ke RSPP (Rumah Sakit Pusat Pertamina), ke Dr. Poengky yang sudah terbiasa menangani luka bakar.
Saat suami saya pulang, Fian sudah bisa berkata tanpa menangis, "Ayah... Fian tayik-tayik kurci cambil mundur-mundur... trus kena aing panas dipencer punggung Fian..."
Menimbang RSPP yang letaknya agak jauh dari rumah, akhirnya Fian dibawa ke UGD RS. Harapan Kita yang merupakan RS tempat Ifan, Nada dan Fian lahir, yang lokasinya hanya 10-15 menit dari rumah.
Di UGD, awalnya Fian sempat tidak mau berbaring tengkurap di tempat tidur.
Tapi setelah saya bilang, "Fian harus tengkurap, kayak tadi waktu Bunda kasih es batu di rumah... Bunda disini di samping Fian sambil peluk Fian ya..." Fian pun bersedia berbaring tengkurap.
Suster menyiapkan botol seperti botol infus yang berisi NaCl dan menyiramkannya ke punggung Fian. Kelihatannya NaCl memberikan efek mendinginkan dan mengebalkan kulit karena Fian sama sekali tidak menangis saat suster membersihkan kulit punggungnya yang terbakar air panas dengan digosok-gosok cotton bud sambil tetap menuangkan NaCl.
Lalu, Dokter mengoleskan salep Mebo (yang ternyata saat ini sudah menggantikan kedudukan "Burnazin" yang dulu biasa disarankan dokter RS Harapan Kita untuk mengobati luka bakar grade 2), kemudian menutup luka tersebut dengan Bactigras dan perban. Pesan Dokter UGD, selama 3 hari luka tersebut tidak boleh kena air. Perban diganti cukup 1 kali sehari, tidak perlu dibersihkan, cukup oles salep Mebo kembali, tutup dengan Bactigras dan perban lagi.
Pada hari ke-4 perban dipesankan agar dibuka saja. Setelah diberi antibiotik untuk menghindari infeksi, Fian pun diperbolehkan pulang.
Pada hari Senin pagi, saat mengganti perban sebelum berangkat kerja, saya melihat luka Fian yang kulitnya terbuka masih ada bagian yang basah. Karena ragu jika besoknya sudah tidak pakai perban untuk menutup dengan kondisi luka yang masih agak basah, khawatir malah makin parah jika bergesekan dengan baju, saya pun mengirimkan sms untuk konsultasi ke Dr. Attila, menanyakan apakah boleh perban tetap ditutup sementara hingga luka cukup kering, atau apakah beliau ada waktu utk bertemu malam ini di tempat prakteknya di Jl. Tulodong.
Dr. Attila setuju untuk bertemu terlebih dahulu karena beliau tidak bisa memberikan advice tanpa melihat luka Fian.
Senin malam, Fian pun dibawa ke Dr. Attila. Setelah melihat kondisi luka Fian yang ada kulit terbuka dan ada pula kulit mati yang menempel berkerut di punggungnya, Dr. Attila menyarankan Fian dibawa malam itu juga ke UGD RSPP (Rumah Sakit Pusat Pertamina), dan membekali kami dengan Surat Rujukan untuk Dr. Poengky.
"Biar Dokter UGD RSPP melihat lukanya dan menghubungi Dr. Poengky melalui telepon. Jika dianggap parah, biasanya Dr. Poengky mau datang. Atau, jika tidak terlalu parah menurut mereka, Dr. Poengky akan memberikan instruksi via telepon tindakan apa yang harus dilakukan," demikian penjelasan Dr. Attila.
Kami sampai di UGD RSPP sekitar Pk. 21.30 WIB.
Alhamdulillah, kami dilayani dengan sangat baik. Atas instruksi Dr. Poengky, kulit mati di punggung fian dibuka dengan menggunakan pinset (duh, anakku dikuliti secara harfiah didepanku...)
Tanpa bermaksud memuji anak sendiri, saya sungguh kagum dengan ketahanan Fian :)
Sebelum kulitnya dikupas dengan pinset, pada Fian yang tengkurap saya berkata, "Fian, tahan ya... ini akan sakit..." sambil memegang erat kedua tangannya, sementara suami memegangi pahanya erat-erat.
Saat kulitnya dikupas, Fian menggeliat-geliat menahan sakit sambil berkata, "Fian ta'an, Bunda... Fian ta'an, Bunda..." hingga setengah jalan pengerjaan tersebut.
Namun, bagaimanapun Fian tetaplah anak berusia 2 tahun 7 bulan... Lewat setengah pengerjaan, Fian menyerah, merengek, "Bunda... udah dong... Oom... udah dong... sakit niiiihhhhh...." dan Fian pun menangis...
Duh, serasa dirobek-robek hati saya mendengar tangisnya, tapi saya tetap berkata, "Sabar ya Fian... sebentar lagi selesai..." terus mengulang kalimat itu sambil mencium kepalanya dengan tetap memegang erat kedua tangannya...
Alhamdulillah, pengulitan kulit mati Fian akhirnya selesai, menyisakan kulit yang sudah terkupas yang memanjang sekitar 3 x 10 cm, memanjang miring dari dekat bahu hingga hampir mencapai pinggang...
Dokter UGD RSPP mengoleskan salep Mebo juga (hm, kalo rumah sakit spesialis luka bakar udah pakai ini juga berarti memang ini yg saat ini paling bagus sepertinya ya...), kemudian tanpa ditutup Bactigras langsung menutupnya dengan perban, dan menempelkan "plastik" seperti laminating di punggung Fian, sehingga perban pun aman tak bergeser :)
Pesan yang sama kembali disampaikan, "luka tidak boleh kena air dulu" dan Dokter UGD memberikan laporan untuk kami bawa ke Dr. Poengky pada hari Kamis, 13 Januari 2011.
Disampaikan juga oleh Dokter UGD RSPP mengapa kulit mati harus dibuka, yaitu agar salep bisa terserap masuk ke dalam kulit sehingga tumbuhnya kulit baru bisa berlangsung dengan sempurna. Rupanya, kulit mati itu justru bisa menghalangi penyembuhan karena tidak bisa menyerap salep...
Hari kamis minggu lalu, Fian dibawa ke Dr. Poengky yang ternyata adalah Dokter Spesialis Bedah Plastik di RSPP.
Plastik laminating punggungnya dibuka, dan saya cukup takjub melihat lukanya sudah "kering".
Menurut Dr. Poengky lukanya sudah bagus, jadi sudah boleh kena air (tapi luka belum boleh kena sabun dulu). Pergantian perban cukup 1 kali sehari, lakukan setelah mandi. Perban saat mandi jangan dibuka dulu, jadi dibasahi saja agar membuka perbannya lebih mudah. Olesi Mebo, dan tutup kembali cukup dengan perban dan plester saja (tanpa Bactigras).
Karena melihat Fian anak yang tidak bisa diam, Dr. Poengky memberikan Fian "baju jaring" seperti singlet ketat (duh maaf saya sulit menggambarkannya... lihat di foto Fian di notes ini, dilehernya ada kelihatan seperti kaus dalam jaring), sehingga perban tidak bergerak meskipun Fian banyak beraktifitas :)
Susternya Dr. Poengky pun memberikan tips membuka plester dengan lebih mudah agar kulit Fian tidak terlalu sakit karena tertarik, yaitu dengan menggunakan "Aseton" alias cairan untuk membersihkan cat kuku.
Terbukti, hingga hari ini Fian tidak lagi takut jika perban akan diganti, dan tidak trauma dengan "Dispenser".
Hanya setiap ganti perban Fian bilang, "Pelan-pelan ya Bunda... pakai aceton ya?" :)
Fian harus kembali lagi untuk kontrol besok siang, 21 Januari 2011. Saat ini lukanya sudah hampir sembuh, sudah tumbuh kulit tipis baru dan lukanya tidak lagi merah, tapi sudah putih warnanya... Alhamdulillah... Dr. Poengky juga berkata Insya Allah kulitnya akan kembali seperti semula :)
Lesson learnt dari kejadian ini :
- Jangan terlalu yakin dengan kondisi "anak sudah mengerti untuk tidak bermain yang berbahaya", karena walaupun demikian, kecelakaan akibat ketidaksengajaan bisa saja terjadi.
- Dahulukan pengamanan. Kesalahan saya adalah tidak memprioritaskan dana mengganti dispenser lama yang keran air panasnya tidak bisa di lock dengan dispenser baru yang ada lock untuk keran air panasnya, sedangkan untuk mematikan air panas juga tidak saya prioritaskan karena Ifan dan Fian terbiasa minum air dingin dan jika airnya tidak dingin maka mereka akan sedikit minumnya. Seharusnya saya mencari alternatif solusi keamanan yang lain yang bisa mengcover semua kebutuhan.
- Jika memungkinkan, saat terjadi kecelakaan, pergilah ke rumah sakit dan dokter yang memang spesialis menangani jenis kecelakaan tersebut. Percayalah, pada akhirnya akan lebih efisian secara biaya dan lebih baik pula hasilnya. RSAB Harapan Kita memang rumah sakit yang bagus untuk Anak, tapi RSPP ternyata lebih berpengalaman menangani "Luka Bakar" dengan menguliti kulit mati agar kulit baru bisa tumbuh dengan sempurna sehingga luka tidak meninggalkan bekas sama sekali, meskipun kedua rumah sakit tersebut menggunakan obat yang sama :)
- Allah memang maha mengetahui, memberikan cobaan sesuai dengan kemampuan kita. Terbukti yang diberikan luka bakar adalah Fian yang lebih "tahan sakit" dibandingkan Ifan :)
Semoga teman-teman mendapat manfaat dengan sharing saya kali ini... Semoga Allah selalu melindungi keluarga kita... Amin... :)
Jakarta, 20 Januari 2011
Yeni Suryasusanti
Catatan :
- Nutrimoist adalah salep produksi CNI yang pernah direkomendasikan teman-teman di milis NCC yg biasa bergaul dengan oven dan sejenisnya. Efeknya terasa dingin di kulit.
- Bactigras adalah kasa berlemak sejenis Sofratul, produksi Smith & Nephew Medical Limited, England, dipasarkan oleh PT. Kalbe Farma Tbk.
- Mebo adalah salep produksi Shantou S.E.Z. MEBO Pharmaceutical Factory. Beijing Guangming Chinese Medicine Institute for Burn, Wounds & Ulcers, China, diimpor oleh PT. Doxa Manggalya Utama. Harga saat notes ini ditulis berkisar Rp 85.000,-
- Setelah kontrol ke Dr. Poengky hari ini, Fian diberikan salep Mederma untuk digunakan 2 kali sehari selama 3 bulan. Menurut Dr. Poengky, Insya Allah kulitnya akan pulih kembali dan akan menipis dan hilang sama sekali bekas lukanya dalam 3 bulan :)
silakan bergabung di http://www.facebook.com/pages/Mebo-Salep/224300097586990?ref=ts&sk=page_getting_started#!/pages/Mebo-Salep/224300097586990?sk=wall
BalasHapusMba,anak saya jg mengalami kasus yg sama..saya mw tanya dong mba..mederma yg mba pake yg apa ya?yg khusus anak atau yg mana?bekasny beneran hilang kah?makasii
BalasHapusMederma yang saya pakai yang tubenya putih list biru muda gitu....
HapusSeperti yg di link ini ya...
http://www.google.com/imgres?imgurl=http://i269.photobucket.com/albums/jj66/bellaconan/kaskus/mederma.jpg&imgrefurl=http://archive.kaskus.co.id/post/43761598&h=533&w=800&sz=43&tbnid=l0omrDa13bZb5M:&tbnh=123&tbnw=185&zoom=1&usg=__s2GiZ36LjU9P4Cz_42ili2iEuXI=&docid=3mStPwUfhDnzfM&sa=X&ei=fh-fUomTIsXXrQeZ74GQDw&ved=0CCwQ9QEwAA
Oya, beneran bekasnya hilang sama sekali sekarang :)
HapusTerima kasih yaa mbaa infony..jazzakallahu
BalasHapusHalo mba..sy baru baca ni. Dr attila masih praktek d rumahny ga ya? Ada no tlp praktek nya?
BalasHapusDr Attila praktek di rumah dan di RS Brawijaya. Ada sih HPnya sama saya, biasa saya whatsapp kalo perlu. Tapi utk mudahnya telp RS Brawijaya aja kali ya :)
HapusMba saya baru kena air panas baru selesai mendidih. Kemarin saya dioperasi itu mungkin dikuliti seperti yg mba bilang tadi. Nah skrg alhamdulillah lukanya ada yg kering dan masih ada yg basah juga. Terimakasih ya mba ceritanya sangat membantu saya untuk penyembuhan kaki saya yg 70% tersiram air panas kemarin:( dan skrg bekas luka fian sudah hilang mba?
BalasHapus