Kamis, 03 Februari 2011

Antara Saya, Blackberry, Keinginan dan Kebutuhan



Sejak booming penggunaan Blackberry (BB – istilah ngetopnya) untuk chat, fb, dan banyak lagi, banyak teman dan kerabat bertanya kepada saya mengapa saya tidak menggunakan BB untuk aktivitas saya sehari-hari.
Umumnya saya hanya menjawab dengan senyum, atau dengan jawaban khas orang keuangan (baca : perhitungan hihihihi), “Gue belum tega ngeluarin uang 5 jutaan hanya untuk beli BB…”

Ada seorang kerabat yang keukeuh mengorek jawaban tentang BB, bahkan dengan berkata, “Gue kasih BB untuk loe pake mau nggak loe?”
Keukeuh juga, saya hanya menjawab, “Boleh gue kasih ke suami gue nggak BB-nya nanti?” :D

Mungkin masih penasaran, kerabat saya malah menasehati, “Jangan menolak teknologi dong… ikut arus biar maju… hari gini nggak mau pake BB...”

Saya terdiam. Dalam hati saya menimbang-nimbang, apakah perlu saya menjelaskan secara detail pertimbangan pribadi saya tentang penggunaan Blackberry yang akhirnya berujung pada definisi keinginan dan kebutuhan bagi diri saya?

Inilah teman, pertimbangan saya tersebut...

Alhamdulillah, saya beruntung bekerja di Perusahaan Penyedia Layanan Jasa Internet (Internet Service Provider), yang berarti selama jam kerja saya online internet. Cek email, facebook dan chatting bisa saya lakukan selama dilakukan secara bijaksana sehingga tidak mengganggu deadline kerja saya :D

Pulang kerja, saya terkadang di jemput suami naik motor, yang tentu saja tidak mungkin BB-an. Jika sedang di jemput suami naik mobil, tidak mungkin juga saya BB-an dan menjadikan suami saya hanya sebagai "supir". Atau, saat saya naik kendaraan umum, pastinya jika BB-an malah bisa mengundang kejahatan.
Sampai di rumah, saya harus fokus untuk mengajari Ifan pelajaran sekolah dan Fian pun menuntut “jatah” kasih sayangnya :D
Setelah Fian dan Ifan tidur, untuk internet-an saya bisa menggunakan komputer rumah yang dilengkapi akses internet pula. Jadi, kapan waktu saya mengoptimalkan BB?

Ada alasan lain, mengapa hingga saat ini saya masih enggan menggunakan BB.
Untuk dicatat, alasan ini murni pribadi karena saya mengenal karakter pribadi saya. Tentu saja alasan ini tidak berlaku umum bagi seluruh pengguna BB.

Saya khawatir saya akhirnya justru akan tergantung dengan BB, dan jika saya tidak bisa mengontrol diri, BB akhirnya menjadi pengganggu, bukan pembantu.
Pada jam kerja, BB mungkin membuat saya selalu ingin mengecek email, mengupdate status fb, mengomentari status teman, membalas chatting, sehingga kinerja saya justru akan terganggu.
Pada saat di rumah, BB mungkin membuat hati dan pikiran saya terbagi, sehingga Ifan dan Fian tidak mendapatkan hak perhatian dan cinta kasih secara penuh, yang mungkin bisa berujung pada terganggunya hubungan saya dan anak-anak menjadi tidak se-harmonis sekarang.
Dari segi biaya, BB akan menambah pos pengeluaran pribadi saya yang sebenarnya belum perlu saya anggarkan. Mungkin alasan terakhir ini karena saya adalah orang keuangan dari ujung rambut hingga ke ujung kaki :D

Inilah mengapa saya sampai saat ini belum menggunakan BB. Karena BB belum menjadi kebutuhan bagi saya.
Bagi saya, BB menjadi kebutuhan bagi orang yang lebih banyak bekerja atau beraktivitas di lapangan, seperti suami saya (yang akhirnya terpaksa harus mengakui membutuhkan BB) dan kakak tertua saya (yang ibu rumah tangga, tinggal berbeda kota dengan suami dan setiap hari harus keluar antar jemput anak sekolah dan les, dll), atau orang yang bekerja back office namun tidak mendapatkan akses internet dari kantornya.
BB belum menjadi kebutuhan bagi saya, yang bekerja back office dengan fasilitas internet selama jam kerja saya.

“Apakah loe nggak ingin pake BB?” lanjut kerabat saya sepertinya masih tidak puas dengan jawaban saya diatas.

Saya terdiam lagi. Belakangan ini rasanya saya agak jarang bicara mengenai keinginan akan suatu benda.

Jika ditanya soal keinginan, akhirnya saya menjawab, saya lebih ingin membeli notebook yang kecil, yang bisa saya gunakan jika bepergian, atau bahkan kelak untuk tugas sekolah Ifan jika sudah membutuhkan. Dengan harga yang sama, sama-sama dengan biaya tambahan untuk akses internet, tapi bagi saya jauh lebih berguna daripada menggunakan BB hanya untuk gaya :P
Mungkin kelak, jika saya sudah menjadi orang "lapangan", lebih banyak di mobil dengan supir sebagai pelengkapnya, bukan hanya di kantor dan selalu di belakang komputer, baru lah saya akan merasakan BB sebagai sebuah kebutuhan :D

Bagi saya, teknologi akan bermanfaat jika digunakan secara maksimal, namun jika tidak maksimal pengunaannya hanya akan menjadi hal yang sia-sia :D

Sama seperti saat kerabat saya bertanya mengapa saya tidak naik taksi pulang dari kantor jika sedang tidak di jemput? Mengapa memilih bis, atau jika Ifan sedang ada uji kompetensi bahkan memilih naik ojek?

Dengan gamblang saya menjabarkan. Ada beberapa alternatif transportasi umum dari kantor saya ke rumah :
  1. Ongkos taksi dari kantor saya lebih dari Rp 50.000,-.
  2. Tarif Bis regular yang bisa saya gunakan dari depan kantor saya (yang selalu masih ada tempat duduk kosong) hanya Rp 2.000,- atau tarif Busway Rp 3.500,- plus tarif ojek dari halte ke rumah saya Rp 5.000,-.
  3. Tarif Ojek dari kantor saya langsung ke rumah Rp 35.000,-.
Saat Ifan ujian, kehadiran saya di rumah dibutuhkan lebih cepat. Jadi, yang saya butuhkan adalah kecepatan, bukan kenyamanan. Jadi, taksi yang berarti saya harus ikut bermacet-macet selama 1,5 jam tidak menawarkan apa yang saya butuhkan. Ojek lah yang menawarkan perjalanan paling singkat yaitu 40 menit dari kantor ke rumah dalam kondisi macet dengan safety riding tentunya :D

Saya akan memilih bis regular atau busway jika tidak diburu kepentingan Ifan dan Fian, dan saya baru akan memilih taksi jika sedang lelah dan butuh kenyamanan :D

Jadi teman, marilah kita selalu berusaha memilah, mana yang merupakan kebutuhan, mana yang hanya sekedar keinginan...

Alhamdulillah, dengan lebih sering melihat “ke bawah” kepada keadaan orang-orang yang secara ekonomi lebih susah daripada saya, keinginan saya akan benda-benda yang bernilai tinggi (baca: mahal hihihi) yang dulu cukup sering terjadi, saat ini tidak mengganggu saya sesering dulu lagi :D

Jakarta, 15 Maret 2010
Yeni Suryasusanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar