Beberapa hari yang lalu, saya menerima telepon dari kakak ipar saya (Zarni Sahda) yang mengajak untuk kumpul keluarga sebelum Ramadhan. Memang sudah hampir menjadi tradisi keluarga suami untuk berkumpul dan saling bermaafan sebelum memasuki bulan suci.
Ajakan ini mengingatkan saya alangkah cepatnya waktu berlalu. Rasanya belum lama Ifan pertama kali mulai berpuasa. Padahal sudah 3 tahun berlalu...
Ajari dengan contoh, bukan hanya dengan kata-kata. Prinsip itu sudah lama tertanam dalam diri saya - hasil didikan dari kedua orang tua saya (Drs. H. Suryanta Saleh, MM. dan Dra. Hj. Yurdha, MM.) - jauh sebelum saya mengerti betapa dahsyatnya hasil yang akan diperoleh dari pengajaran dengan cara itu.
Setelah putri saya tercinta (Nada Salsabila Hafizah) berpulang ke rahmatullah pada tahun 2006, saya menjalankan puasa sunnah setiap hari Senin dan Kamis. Saat itu Ifan baru berusia 5 tahun lebih, dan dengan berpuasa sunnah saat itu saya sama sekali bukan berniat mengajari Ifan, melainkan untuk ketenangan hati saya sendiri.
Setiap malam sebelum tidur, asisten meletakkan 1 bungkus bubur instant di atas mangkuk di meja makan untuk keperluan sahur saya. Jadi saya tinggal menyeduhnya dengan air panas dari dispenser.
Setiap Senin dan Kamis sore, tanpa saya minta, asisten selalu menyiapkan es buah dan makanan kecil untuk saya berbuka puasa (alhamdulillah... saya sangat beruntung memiliki asisten yang pengertian :D). Jadi, jika sedang berpuasa, saya selalu berusaha pekerjaan saya selesai tepat waktu agar bisa berbuka puasa di rumah.
Ifan selalu menemani saya berbuka, dan minta disiapkan juga hidangan berbuka :D
Beberapa waktu kemudian, Ifan yang lebih sering menyiapkan bubur instant buat saya sebelum tidur dan bilang, "Bunda, Ifan udah siapkan untuk sahur Bunda besok pagi ya..."
Dan sore harinya, Ifan juga ikut sibuk menyiapkan hidangan untuk saya berbuka :D
Suatu hari, Ifan berkata pada saya, "Bunda, Ifan mau puasa seperti Bunda, puasa Senin dan Kamis."
Saya tertegun. Saat itu usia Ifan baru 5 tahun lebih, belum genap 6 tahun. Saya pribadi selalu mencoba menerapkan "Mendahulukan yang Wajib, baru mengerjakan yang Sunnah", jadi bagaimana mungkin hati saya mengizinkan Ifan menjalani puasa sunnah sedangkan puasa wajib saja dia belum mulai menjalankan.
Saat itu Ramadhan masih beberapa bulan lagi.
Akhirnya saya berkata, "Ifan, kalau mau mulai berpuasa, nanti ya, waktu bulan Ramadhan, saatnya kita puasa setiap hari selama 1 bulan penuh."
"Oke Bun!" kata Ifan antusias.
Beberapa hari sebelum bulan Ramadhan, saya menjajaki niat puasa Ifan.
"Ifan, mau puasa belajar atau puasa dewasa?"
"Puasa belajar itu gimana, Bun?"
"Puasa belajar biasanya anak kecil yang mulai belajar puasa. Sahur di waktu sahur, tapi kalau tidak tahan lapar atau haus, boleh berbuka setelah seperempat atau setengah hari puasa."
"Kalau puasa dewasa?"
"Puasa dewasa seperti yang Bunda dan Ayah jalankan. Sahur di waktu sahur, berbuka di waktu magrib."
"Ifan mau puasa dewasa aja. Ifan kan udah besar, Bun."
Sempat terbersit di hati saya keraguan. Sanggupkan Ifan? Tapi saya tepiskan keraguan itu. Saya percaya tidak ada orang yang akan sakit karena berpuasa, selama persiapan yang dilakukan cukup. Well, yang penting Ifan sudah berniat untuk puasa 1 hari penuh. Toh, jika Ifan tidak sanggup, dia bisa berbuka.
"Oke, Ifan boleh puasa dewasa. Tapi nanti kalau lemes, lapar atau haus, Ifan tidur aja ya... Kalau sedang puasa, tidur itu ibadah kog Fan."
Sahur pertama. Saya menyiapkan makanan untuk Ifan, lengkap dengan vitamin, sekotak 250 ml susu UHT dan madu.
"Ya Allah, kuatkan hati anak saya untuk menjalankan puasa..." demikian doa saya saat itu.
Alhamdulillah, Allah memberi kekuatan pada Ifan. Ifan tidak terlihat lemas, dan bahkan tidak tergoda untuk berbuka walaupun melihat temannya di sekolah (saat itu, Ifan bersekolah di TK Mutiara Indonesia, kelas TK B) tidak berpuasa.
Ifan berhasil menjalankan puasa 1 hari penuh sesuai niatnya.
Di tengah Ramadhan, Ifan sempat batuk berat. Ifan memang ada alergi, bronchial hyperreactivity yg jika tidak segera istirahat bisa menjadi bronchial asma. Selama hampir 2 minggu itu saya melarang Ifan berpuasa, tentunya dengan menjelaskan bahwa untuk anak seusia Ifan pengecualian ini masih diperbolehkan.
Ifan sempat kecewa tidak penuh 1 bulan berpuasa Ramadhan. Tapi saya dan suami memberi semangat Ifan untuk berpuasa dan lebih menjaga kesehatan saat Ramadhan tahun depan.
Tahun 2007, Ramadhan kembali tiba. Ifan saat itu berusia 6 tahun lebih, hampir 7 tahun, dan sudah kelas 1 di SD Bhakti. Peraturan di SD Bhakti, selama bulan Ramadhan seluruh siswa (walaupun yang non Islam) dilarang membawa makanan dan minuman ke sekolah untuk menghormati yang berpuasa.
Sebagai seorang Ibu, sempat muncul kembali sedikit rasa khawatir karena sekolah tetap berjalan penuh sampai jam 12, tidak seperti waktu di TK yang beban sekolahnya belum berat.
Tapi kembali saya menguatkan hati, dan menyiapkan makanan sahur untuk Ifan lengkap dengan vitamin, susu dan madu. Pesan bahwa Ifan jangan terlalu banyak bermain lari-lari saya sampaikan setiap hari Ifan akan berangkat sekolah. Tahun itu pula, saya dan suami mulai meminta Ifan untuk rutin shalat 5 waktu. Sebelumnya, Ifan sudah mengenal shalat, tapi belum rutin dilaksanakan. Saya sampaikan bahwa puasa tanpa shalat hanya akan mendapat lapar dan haus saja, tidak pahalanya.
Ifan sempat bercerita bahwa ada teman sekelasnya yang lari ke pengasuhnya di ruang tunggu pengantar untuk minum karena belum tahan berpuasa sehari penuh. Saya bertanya bagaimana reaksi Ifan saat itu.
Ifan bilang, "Lho, kog buka... kan sayang puasanya... tinggal setengah hari lagi kog... nanti tidur aja pulang sekolah kalau lemes..." Hahahha... nada bicara Ifan persis seperti nada bicara saya :D
Alhamdulillah sejak itu Ifan menjalankan shalat 5 waktu, meskipun seperti anak-anak pada umumnya, terkadang banyak alasan dan menunda-nunda, dan terkadang pada hari libur shalat subuh di waktu dhuha :D
Alhamdulillah, sesuai janjinya pada diri sendiri, mulai Ramadhan tahun 2007 Ifan berpuasa penuh selama 1 bulan hingga sekarang :)
Jakarta, 24 Juli 2009
Yeni Suryasusanti
Ajakan ini mengingatkan saya alangkah cepatnya waktu berlalu. Rasanya belum lama Ifan pertama kali mulai berpuasa. Padahal sudah 3 tahun berlalu...
Ajari dengan contoh, bukan hanya dengan kata-kata. Prinsip itu sudah lama tertanam dalam diri saya - hasil didikan dari kedua orang tua saya (Drs. H. Suryanta Saleh, MM. dan Dra. Hj. Yurdha, MM.) - jauh sebelum saya mengerti betapa dahsyatnya hasil yang akan diperoleh dari pengajaran dengan cara itu.
Setelah putri saya tercinta (Nada Salsabila Hafizah) berpulang ke rahmatullah pada tahun 2006, saya menjalankan puasa sunnah setiap hari Senin dan Kamis. Saat itu Ifan baru berusia 5 tahun lebih, dan dengan berpuasa sunnah saat itu saya sama sekali bukan berniat mengajari Ifan, melainkan untuk ketenangan hati saya sendiri.
Setiap malam sebelum tidur, asisten meletakkan 1 bungkus bubur instant di atas mangkuk di meja makan untuk keperluan sahur saya. Jadi saya tinggal menyeduhnya dengan air panas dari dispenser.
Setiap Senin dan Kamis sore, tanpa saya minta, asisten selalu menyiapkan es buah dan makanan kecil untuk saya berbuka puasa (alhamdulillah... saya sangat beruntung memiliki asisten yang pengertian :D). Jadi, jika sedang berpuasa, saya selalu berusaha pekerjaan saya selesai tepat waktu agar bisa berbuka puasa di rumah.
Ifan selalu menemani saya berbuka, dan minta disiapkan juga hidangan berbuka :D
Beberapa waktu kemudian, Ifan yang lebih sering menyiapkan bubur instant buat saya sebelum tidur dan bilang, "Bunda, Ifan udah siapkan untuk sahur Bunda besok pagi ya..."
Dan sore harinya, Ifan juga ikut sibuk menyiapkan hidangan untuk saya berbuka :D
Suatu hari, Ifan berkata pada saya, "Bunda, Ifan mau puasa seperti Bunda, puasa Senin dan Kamis."
Saya tertegun. Saat itu usia Ifan baru 5 tahun lebih, belum genap 6 tahun. Saya pribadi selalu mencoba menerapkan "Mendahulukan yang Wajib, baru mengerjakan yang Sunnah", jadi bagaimana mungkin hati saya mengizinkan Ifan menjalani puasa sunnah sedangkan puasa wajib saja dia belum mulai menjalankan.
Saat itu Ramadhan masih beberapa bulan lagi.
Akhirnya saya berkata, "Ifan, kalau mau mulai berpuasa, nanti ya, waktu bulan Ramadhan, saatnya kita puasa setiap hari selama 1 bulan penuh."
"Oke Bun!" kata Ifan antusias.
Beberapa hari sebelum bulan Ramadhan, saya menjajaki niat puasa Ifan.
"Ifan, mau puasa belajar atau puasa dewasa?"
"Puasa belajar itu gimana, Bun?"
"Puasa belajar biasanya anak kecil yang mulai belajar puasa. Sahur di waktu sahur, tapi kalau tidak tahan lapar atau haus, boleh berbuka setelah seperempat atau setengah hari puasa."
"Kalau puasa dewasa?"
"Puasa dewasa seperti yang Bunda dan Ayah jalankan. Sahur di waktu sahur, berbuka di waktu magrib."
"Ifan mau puasa dewasa aja. Ifan kan udah besar, Bun."
Sempat terbersit di hati saya keraguan. Sanggupkan Ifan? Tapi saya tepiskan keraguan itu. Saya percaya tidak ada orang yang akan sakit karena berpuasa, selama persiapan yang dilakukan cukup. Well, yang penting Ifan sudah berniat untuk puasa 1 hari penuh. Toh, jika Ifan tidak sanggup, dia bisa berbuka.
"Oke, Ifan boleh puasa dewasa. Tapi nanti kalau lemes, lapar atau haus, Ifan tidur aja ya... Kalau sedang puasa, tidur itu ibadah kog Fan."
Sahur pertama. Saya menyiapkan makanan untuk Ifan, lengkap dengan vitamin, sekotak 250 ml susu UHT dan madu.
"Ya Allah, kuatkan hati anak saya untuk menjalankan puasa..." demikian doa saya saat itu.
Alhamdulillah, Allah memberi kekuatan pada Ifan. Ifan tidak terlihat lemas, dan bahkan tidak tergoda untuk berbuka walaupun melihat temannya di sekolah (saat itu, Ifan bersekolah di TK Mutiara Indonesia, kelas TK B) tidak berpuasa.
Ifan berhasil menjalankan puasa 1 hari penuh sesuai niatnya.
Di tengah Ramadhan, Ifan sempat batuk berat. Ifan memang ada alergi, bronchial hyperreactivity yg jika tidak segera istirahat bisa menjadi bronchial asma. Selama hampir 2 minggu itu saya melarang Ifan berpuasa, tentunya dengan menjelaskan bahwa untuk anak seusia Ifan pengecualian ini masih diperbolehkan.
Ifan sempat kecewa tidak penuh 1 bulan berpuasa Ramadhan. Tapi saya dan suami memberi semangat Ifan untuk berpuasa dan lebih menjaga kesehatan saat Ramadhan tahun depan.
Tahun 2007, Ramadhan kembali tiba. Ifan saat itu berusia 6 tahun lebih, hampir 7 tahun, dan sudah kelas 1 di SD Bhakti. Peraturan di SD Bhakti, selama bulan Ramadhan seluruh siswa (walaupun yang non Islam) dilarang membawa makanan dan minuman ke sekolah untuk menghormati yang berpuasa.
Sebagai seorang Ibu, sempat muncul kembali sedikit rasa khawatir karena sekolah tetap berjalan penuh sampai jam 12, tidak seperti waktu di TK yang beban sekolahnya belum berat.
Tapi kembali saya menguatkan hati, dan menyiapkan makanan sahur untuk Ifan lengkap dengan vitamin, susu dan madu. Pesan bahwa Ifan jangan terlalu banyak bermain lari-lari saya sampaikan setiap hari Ifan akan berangkat sekolah. Tahun itu pula, saya dan suami mulai meminta Ifan untuk rutin shalat 5 waktu. Sebelumnya, Ifan sudah mengenal shalat, tapi belum rutin dilaksanakan. Saya sampaikan bahwa puasa tanpa shalat hanya akan mendapat lapar dan haus saja, tidak pahalanya.
Ifan sempat bercerita bahwa ada teman sekelasnya yang lari ke pengasuhnya di ruang tunggu pengantar untuk minum karena belum tahan berpuasa sehari penuh. Saya bertanya bagaimana reaksi Ifan saat itu.
Ifan bilang, "Lho, kog buka... kan sayang puasanya... tinggal setengah hari lagi kog... nanti tidur aja pulang sekolah kalau lemes..." Hahahha... nada bicara Ifan persis seperti nada bicara saya :D
Alhamdulillah sejak itu Ifan menjalankan shalat 5 waktu, meskipun seperti anak-anak pada umumnya, terkadang banyak alasan dan menunda-nunda, dan terkadang pada hari libur shalat subuh di waktu dhuha :D
Alhamdulillah, sesuai janjinya pada diri sendiri, mulai Ramadhan tahun 2007 Ifan berpuasa penuh selama 1 bulan hingga sekarang :)
Jakarta, 24 Juli 2009
Yeni Suryasusanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar