Senin, 31 Januari 2011

Ifan dan Adik

Alhamdulillah, selama ini saya belum pernah mengalami Ifan cemburu pada adiknya.
Saat Ifan berusia 3 th, suami dan saya mempunyai keinginan untuk memberi Ifan seorang adik. Sebelum terjadi kehamilan, kami berkonsultasi dengan psikiater anak di RSAB Harapan Kita Jakarta tentang penanganan sang kakak agar tidak terjadi kecemburuan yang terkadang bisa mengakibatkan bencana.

Dari konsultasi dengan Dr. Gita kami mendapatkan beberapa saran yang baik, yang menurut saya akan bermanfaat jika saya share di sini...
Pertama, jangan memisahkan kamar anak setelah terjadi kelahiran adik. Jika ingin si kakak tidur sendiri, lakukan prosesnya sebelum kelahiran agar si kakak tidak merasa "terusir".
Kedua, libatkan si kakak dalam proses pengurusan adiknya, termasuk dalam proses menyusui. Dalam hal Ifan, moment ini saya gunakan untuk menjelaskan kepada Ifan bahwa saat Ifan kecil dan belum bisa apa-apa, Ifan pun diperlakukan sama. Dan bahwa bayi yang masih belum bisa apa-apa sangat tergantung dengan bantuan dari orang dewasa yang ada disekelilingnya.
Ketiga, saya harus bisa menahan diri untuk tidak menghabiskan waktu dengan adik bayi saja, tapi harus tetap membagi waktu dan perhatian saya dengan adil.

Sejak saya hamil Nada, keterikatan Ifan dan adiknya sudah terlihat. Setiap akan tidur, Ifan selalu mencium perut saya, mencium adiknya. Setiap kali Ifan mencium, si adik pun menendang dari dalam perut saya.
Saat saya mengalami kontraksi jelang melahirkan, Ifan lah yg menuntun tangan saya, berjalan bolak balik di sepanjang kamar dan ruang keluarga agar pembukaan berjalan lebih cepat :)

Kelahiran Nada Salsabila Hafizah pada tanggal 26 Agustus 2004 merupakan moment membahagiakan bagi kami sekeluarga.
Kata pertama yang diucapkan Nada adalah "Abang". Ifan pun sayang pada adiknya, meskipun seiring dengan pertumbuhannya, Nada menjadi adik yang suka mengganggu abangnya.
Ketika Ifan sedang asyik bermain komputer Nada memencet tombolnya sehingga komputer tiba-tiba mati :D
Ifan tidak membalas kenakalan adiknya. Hanya saja kerap terdengar teriakannya, "Bundaaaaa.... Nada nakal nihhhh... gangguin Ifan terussss!!!" hahahah....
Hingga kemudian Nada jatuh sakit, dan dalam waktu hanya 8 hari menghadap Allah Swt di usia 1,5 th... sedangkan usia Ifan 5,5 th... pada tanggal 17 Maret 2006.

Saat membawa jenazah Nada pulang ke rumah dengan ambulance, Ifan menyambut saya dengan tepuk tangan dan teriakan gembira, "Nada... Nada..."
Ya Allah... ternyata Ifan menyangka adiknya pulang dengan kondisi sehat.
Saya segera turun dari ambulance, dan langsung memangku Ifan di teras rumah yang sudah dipenuhi pelayat. Saya langsung berkata jujur, "Ifan, Nada sudah meninggal, Nada sekarang sudah nggak bisa main lagi dengan Ifan. Nanti Ifan ikut ya... kita mau memakamkan Nada..."
Walaupun mungkin bagi sebagian orang tindakan saya dianggap kurang bijaksana, tapi saya memilih dengan sadar untuk berkata yang sebenarnya pada Ifan karena khawatir mengoreksi kebohongan akan jauh lebih sulit disamping memberikan harapan semu.
Ifan mengikuti semua prosesi, dari mulai memandikan, men-shalatkan hingga menguburkan Nada.

Selama 3 hari saat ta'ziah, Ifan terlihat berbeda. Saat sepupu-sepupunya datang dia bermain dengan kegembiraan yang berlebihan. Tetapi sewaktu mereka pulang, Ifan menangis tidak memperbolehkan. Hari ketiga ta'ziah, malam terakhir, adik ipar saya memergoki Ifan menangis di sudut kamarnya. "Ifan kesepian nggak ada Nada," keluhnya saat ditanya.

Malam itu, saya menghubungi Dr. Gita, dan menceritakan berita duka ini, serta menanyakan pendapatnya.
Dari Dr. Gita saya mendapatkan gambaran, bahwa bagi seorang anak, batas waktu normal untuk berduka adalah 3 bulan. Tapi harus dipantau, jika kondisinya terus memburuk, bukan semakin membaik, maka saat 2 bulan saya harus membawa Ifan menemui Dr. Gita.

Alhamdulillah, kantor memberi saya cuti tanpa batas, dan saya pun memanfaatkan kemurahan hati pimpinan kantor saya...
Setelah berunding dengan suami, kami sepakat agar saya dan Ifan berlibur, hanya berdua tanpa pengasuh, agar saya bisa menembus selubung dukanya. Saat itu Ifan masih TK, jadi izin tidak masuk sekolah pun lebih mudah.

Saat hanya berdua dengan Ifan, saya menjajaki dukacitanya...
"Ifan kenapa sedih?"
"Ifan kesepian Bun nggak ada Nada..."
"Ifan ingat saat Nada sakit? Nada di infus... dan Bunda nggak bisa pulang karena harus menemani Nada di Rumah Sakit? Sekarang Nada sudah tidak merasakan sakit lagi, Bunda pun bisa pulang untuk mengurus Ifan... dan karena Nada masih bayi, masih suci, Nada langsung masuk surga dan hanya ada kebahagiaan disana. Jadi Ifan nggak perlu sedih lagi ya..."
Ifan tetap diam.
"Setiap makhluk hidup pasti akan mati suatu saat nanti, tidak tau kapan waktunya. Bunda dan Ifan juga begitu. Kalau Ifan mau bertemu Nada lagi, Ifan harus berusaha jadi anak yang shaleh, jadi orang yang baik, karena hanya orang yang shaleh dan baik yang bisa masuk surga..."
"Oke, Bun..." akhirnya Ifan berkata perlahan. "Tapi Ifan suka sedih kalo inget Nada..."
"Oke. Kalo gitu, kita belajar mengingat hal-hal yang menyenangkan aja dari Nada ya..." ajak saya.
Mulailah perjuangan kami untuk belajar hanya mengingat hal-hal yang terbaik dari Nada. Bagaimana lucunya, bagaimana isengnya Nada... dan ternyata hal itu sangat membantu kami mengatasi duka. Akhirnya kami bisa membicarakan Nada tanpa meneteskan air mata :)

"Bunda, Ifan minta dibuatkan adik lagi..." suatu saat Ifan tiba-tiba berkata.
"Ifan berdoa sama Allah ya... semoga diberi adik lagi. Tapi kalau Allah memberi kesempatan Ifan untuk punya adik lagi, Ifan harus lebih sayang lagi sama adik ya..."
"Oke Bun, Ifan janji."

Alhamdulillah, setelah mengalami 1 kali keguguran, akhirnya lahirlah Ahmad Balda Arifiansyah - Fian panggilan kami kepadanya - pada tanggal 16 Juni 2008.
Kata pertama yang Fian ucapkan juga "Abang".
Entah Ifan ingat akan janjinya, atau mungkin karena Ifan sudah lebih besar, Ifan lebih sering mengajak Fian bermain dibandingkan dengan Nada dulu. Ifan membujuk Fian saat menangis dengan mengajaknya bercanda. Ifan pun lebih sabar dalam menghadapi Fian, padahal Fian saat ini jauh lebih menguji kesabaran :D
Jika Fian memukul, tidak terdengar lagi teriakan "Bundaaaaa..." melainkan hanya "Fian jangan donggg... kan sakittt..." kata Ifan tanpa membalas.
"Bunda, kalau Fian udah nggak ASI lagi, Fian tidur di kamar Ifan aja ya..." pinta Ifan, menggambarkan kedekatan hatinya dengan Fian :)
Suatu saat Ifan bahkan berkata pada Papa saya, "Fian itu nanti jadi tanggung jawab Ifan, Ki..."
"Ha? Emang kenapa, Fan?" Papa saya sampai seperti kehabisan kata-kata.
"Soalnya, nanti waktu Fian baru kelas 6 SD, Ifan udah kuliah..." Usia Ifan dan Fian memang terpaut lumayan jauh, 8 th. Wah... ternyata inilah hasil pembicaraan "antar lelaki" dengan ayahnya... :D
Namun demikian, meskipun sudah ada Fian, Ifan tidak melupakan Nada. "Ayo Bunda, ajak Fian ke makam Nada, biar Fian bisa ketemu kakaknya..."
"Assalamualaikum, Nada... ini ada adik Fian juga datang..." katanya jika kami berziarah.

Subhanallah... memang benar yang pernah saya dengar dari beberapa ceramah agama... bahwa cukuplah kematian sebagai nasehat... Tidak hanya bagi suami dan saya, tapi juga bagi Ifan.
Saat semangat ibadah Ifan sedang sangat mengendur, saya hanya cukup mengingatkan Ifan, "Ifan ingin bertemu Nada nanti di surga?" dan semangat ibadah Ifan pun pulih kembali.
Alhamdulillah ya Allah... dibalik kesulitan Engkau memberikan kemudahan...

Saat ini, Ifan bahagia sudah memiliki adik lagi untuk teman bermainnya :D

Jakarta, 15 Oktober 2009
Yeni Suryasusanti

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar