Rabu, 26 Januari 2011

Ifan dan Kompetisi


WORLD’S HARDEST TEST
By Kenn Nesbitt

Preparing today for the standardized test
Our teacher said there was a lot to digest
We’d have to divide the square root of three
And learn to spell zygote, façade and marquis

We’d need to play xylophone, trumpet and flute
Accordion, banjo, piano and lute
Recite all the capital cities by heart
And learn to take rocketship engines apart

We’d have to speak Latin, Swahili and Greek
Learn nuclear fusion and fencing technique
Remember the fables of Persia and Rome
And crack all the codes in the human genome

Then just when we thought that our heads might explode
From learning Chinese or dissecting a toad
She told us the very best thing she could say
That she was just kidding: It’s April Fool’s Day


Puisi diatas adalah puisi yang harus dihafalkan dan dibawakan oleh Ifan pada Final Poetry Reading Competition (Kategori umur 6 – 8 th) yang diadakan oleh St. Joseph International School bekerja sama dengan Suku Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Barat pada tanggal 21 Maret 2009 yang lalu, sedangkan pada minggu tersebut pula (17 – 20 Maret 2009) SD Bhakti menyelenggarakan UTS.
Alhamdulillah, dengan persiapan semaksimal yang dimungkinkan karena harus mendahulukan persiapan UTS daripada kompetisi ini, Ifan berhasil meraih Juara 2.

Saat melatih Ifan melafalkan kata-kata dalam puisi tersebut, terbersit dalam pikiran saya, alangkah sulitnya puisi yang dipilih untuk anak kelas 2 SD.
Saya sendiri baru mengetahui pronunciation yang benar dari kata “façade” dan “genome” dari kamus elektronik ketika kami latihan bersama-sama. 
Well, alangkah tingginya standar pendidikan tahun 2000-an dibandingkan dengan tahun 1980-an. Tapi bukan itu yang ingin saya bagi sekarang.

Ifan dan kompetisi.
Ifan telah mengikuti kompetisi sejak di TK A, selalu hanya karena mewakili sekolah (karena keterbatasan waktu saya yang tidak bisa mengikuti berita mengenai setiap ajang kompetisi yang diadakan). 
Ifan pernah menang, pernah juga kalah. Pernah hanya sampai babak penyisihan, pernah juga hanya sampai final tapi tidak menang. Pernah juga menjadi juara 1.
Waktu pertama kali mengikuti kompetisi dan tidak menang, Ifan tidak menangis, namun bertanya pada saya, “Kog Ifan nggak menang, Bun?”
Saya menjawab, “Pertandingan bukan hanya uji kemampuan, tapi juga uji keberanian. Ifan sudah bagus, tapi yang lain ada yang lebih bagus. Jadi Ifan belum terpilih menjadi pemenang. Ifan berani maju, itu yang penting.”
Ayah Ifan menekankan, “Dalam pertandingan selalu ada yang menang dan yang kalah. Ifan harus siap untuk keduanya.”

Saya terdiam sambil berpikir. Ya. Mempersiapkan anak untuk mengalami kemenangan dan kekalahan sungguh tidaklah gampang. Jika menang, Ifan tidak boleh sombong dan menjadi terlalu percaya diri. Jika kalah, Ifan tidak boleh kecil hati.
Untuk mengatasi hal ini, saya dan suami selalu mengajari Ifan, bahwa yang paling penting adalah berusaha sebaik mungkin. Proses adalah yang paling utama, hasil hanya mengikuti. Karena di atas langit selalu ada langit lagi.

Tahun lalu, saat mewakili SD Bhakti mengikuti Kompetisi Komputer di SD Pangudi Luhur, Ifan hanya menjadi finalis, belum menjadi pemenang.
Saat tiba di rumah, Ifan ditanya oleh Papa saya (Drs. H. Suryanta Saleh, MM.) yang kebetulan sedang berada di Jakarta, “Bagaimana fan, menang nggak?”
Ifan menjawab sambil menoleh minta dukungan saya, “Ifan belum menang, Ki, tapi nggak apa-apa kan ya Bun, lain kali Ifan coba lagi.” 
Papa saya berkata, “Bagus. Menjadi pemenang itu hebat. Tetapi, kalah namun tidak menyerah, jauh lebih hebat.”

Saya tersenyum. Ifan mungkin saat ini belum mengerti, namun kelak saya berharap dia akan memahami, betapa bahagianya dia dikelilingi oleh orang-orang yang tidak semata-mata menuntut hasil, tetapi hanya meminta dia melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan.
Tidak hanya dalam setiap kompetisi yang Ifan ikuti, namun juga dalam setiap aspek kehidupan yang Ifan jalani.

Jakarta, 22 Maret 2009
Yeni Suryasusanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar