Ketika masih kuliah, saya pernah memiliki seorang teman yang terlalu percaya pada tahayul. Bagi orang-orang yang rasional pasti terkadang terasa menggelikan, bahkan terkadang menyebalkan.
Pernah disebutnya bahwa saudaranya ada yang pembawa sial, hanya karena saudaranya selalu ada di lokasi kejadian setiap kali di keluarga mereka terjadi musibah :D
Pernah disebutnya bahwa salah seorang iparnya pembawa keberuntungan karena setelah menikahi kakaknya kondisi ekonomi kakaknya meningkat :)
Ada juga seorang teman lain yang sangat keras kepala. Dia sangat tidak percaya kepada yang namanya "Kebetulan" dan selalu memaksa kami semua untuk sependapat dengan dirinya.
Dia selalu berkata kepada saya, "There is no coincidence, Major!"
Dan saya akan berkata, "Yes, there is, Admiral!" hanya untuk membuatnya kesal hehehhe...
Tulisan ini saya persembahkan terutama kepada mereka berdua, semoga saat ini teman saya yang satu tidak lagi meyakini tahayul seperti dulu saya mengenalnya, dan semoga teman yang satu lagi sudah berkurang keras kepala dan memaksakan pendapatnya :D
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada yang kebetulan. Semua sudah diatur oleh Allah.
Jadi ungkapan "Untungnya kebetulan saat itu saya ada disana" atau sebaliknya mungkin kurang tepat.
Contoh nyata pada kehidupan saya.
Ada beberapa kejadian yang tidak akan pernah saya lupakan detailnya :)
Kejadian Pertama
Pada tanggal 9 Maret 2006, saya sedang haid, dan memutuskan izin tidak masuk kerja karena perut saya kram sejak subuh hari.
Pagi itu Nada Salsabila Hafizah (putri saya yang saat itu berusia 1,5 tahun) hanya sedikit flu. Tidak batuk, tidak demam.
Pk. 10.30 WIB saya memeluknya dipangkuan saya, karena Nada tidak ingin tidur ditemani pengasuhnya. Setelah Nada tertidur, saya beristirahat sambil menemani Ifan bermain game di laptop.
Pk. 12.00 WIB Ifan mengajak tidur siang. Saya bermaksud mengintip Nada tidur sebelum menemani Ifan. Saat itulah saya menemukan Nada dalam keadaan kejang dalam keadaan panas tinggi, entah sudah berapa lama.
Saya berteriak memanggil Lia (pengasuh Nada) dan Enah (pengasuh Ifan), dan langsung meneriakkan serangkaian instruksi.
"Lia, ambil air utk kompres, kasih es batu!" seru saya sambil membuka baju Nada.
Saat itu saya memarahi Lia yang menangis melihat Nada kejang, "Lia, jangan nangis! Kamu nggak akan bisa mikir kalau nangis!!"
"Enah, panggil taksi!" perintah saya lagi. Teringat kondisi jalan yang pasti macet, saya segera merubah instruksi, "Jangan taksi, panggil ojek aja!"
Setelah sekedarnya menyeka tubuh panas Nada, saya menyuruh Lia memakaikan baju Nada kembali sementara saya mempersiapkan diri untuk berangkat.
Enah pulang membawa ojek dari ujung komplek, saya perintahkan untuk mengambil sendok dan dibungkus saputangan untuk diselipkan di mulut Nada yang masih belum berhenti kejang.
Saya membawa Nada naik ojek pertama dan meminta Lia menyusul naik ojek lain dengan membawa perlengkapan menginap di RS untuk Nada.
Saat di ojek, saya sempat menelepon sepupu saya yang dokter dan dokter pribadi Nada, menyampaikan kondisi Nada yang masih juga kejang. Atas instruksi dokternya, Nada dibawa ke UGD RS. Harapan Kita.
Setelah di UGD Nada ditangani dokter dan suster, barulah teringat untuk menelepon suami saya... percakapan yang hingga saat ini juga masih saya ingat detailnya...
"Assalamu'alaikum, Ayah sedang dimana?"
"Wa'alaikumsalam, sedang di kantor, Bun. Kenapa?"
"Ayah, bisa datang ke UGD RS Harapan Kita?"
"Kenapa Bun? Siapa?" Nada suara suami saya mulai meninggi.
"Nada kejang, Yah..." barulah saat itu tangis saya pecah... dan suami saya bagai terbang menempuh jarak dari Barito ke Slipi, dan dalam 15 menit sudah berada di samping saya...
Meskipun akhirnya Nada meninggal dunia di RS Harapan Kita pada tanggal 17 Maret 2006, namun Alhamdulillah - sungguh rasa syukur saya panjatkan kepada Allah dan bukan kepadakebetulan hehehe... - saat kejadian Nada kejang itu saya ada di rumah, sehingga kami sempat melakukan ikhtiar secara maksimal demi kesembuhan Nada.
Jika saat itu saya atau suami tidak ada di rumah, terbayang betapa paniknya para pengasuh menghadapi kejadian itu :)
Kejadian Kedua
Kejadiannya baru saja terjadi pada tanggal 8 Januari 2011 yang lalu, dan sudah saya tuliskan detailnya.
Seharusnya hari itu saya pergi ke Dufan bersama teman-teman "Arisan Finance Accounting dan Mantan Finance Accounting D-NET".
Tapi entah mengapa sejak awal saya sudah berkata tidak bisa hadir, padahal hari itu saya tidak ada acara lain, hanya rencana menjemput Ifan dari ekskul di sekolahnya saja.
Ini linknya ceritanya http://yenisuryasusanti.blogspot.com/2011/02/fian-dan-dispenser.html
Sekali lagi mengucap syukur, Alhamdulillah - rasa syukur saya panjatkan kepada Allah dan bukan kepada kebetulan hehehe... - saya saat itu ada di rumah dan suami juga berada tidak jauh lokasinya sehingga bisa bersama-sama membawa Fian ke rumah sakit :)
Kejadian Ketiga
Minggu lalu, saya "terpaksa" pergi ke Lombok dalam rangka dinas kantor mewakili Deputi GM saya yang berhalangan hadir karena ada acara lain yang tidak bisa ditinggalkan.
Undangannya tanggal 17-18 Maret 2011, di Holiday Resort Lombok di Jl. Raya Senggigi.
Saat diberitahu bahwa saya yang harus berangkat, saya sempat menghubungi Ibu saya, meminta beliau ke Jakarta untuk menemani Fian karena suami saya biasanya pulang agak larut malam dan saya kurang nyaman jika anak-anak hanya bersama pengasuh di waktu malam. Ibu pun sudah menyanggupi.
Namun entah mengapa, perasaan kurang nyaman menghinggapi hati saya. Hingga saat ini, di usia hampir 3 tahun, Fian memang belum pernah pisah tidur dengan saya. Fian selalu menolak jika Ibu dan Papa saya mengajaknya tidur bersama mereka jika kebetulan datang ke Jakarta. Berbeda dengan Ifan yang sudah terlatih pisah tidur sejak berusia 1 tahun karena tidak mendapatkan ASI secara penuh.
"Nggak ah, Fian tidur sama Bunda aja," demikian kata Fian selalu.
Saya akhirnya bertanya pada atasan saya, bagaimana detail acara disana. Berdasarkan pengalaman Acara Rekonsiliasi Keuangan dan Perpajakan sebelumnya, atasan saya menyampaikan bahwa sebenarnya acaranya hanya 1 hari saja, namun untuk para panitia dan undangan diberikan fasilitas menginap.
Saya mengemukakan keraguan saya untuk menginap karena kondisi Fian. Alhamdulillah atasan saya sangat pengertian :)
Beliau menghubungi penyelenggara acara, dan Alhamdulillah penyelenggara bersedia mendahulukan perusahaan kami untuk Rekonsiliasi jika ingin melakukan perjalanan pulang pergi (PP).
Setelah mengecek jadwal penerbangan, ternyata memang ada jadwal penerbangan pagi untuk rute Jakarta - Mataram dan ada pula jadwal penerbangan sore untuk Mataram - Jakarta.
Niat baik itu biasanya diikuti dengan semesta mendukung, demikian ungkapan salah seorang founder NCC, Wisnu Ali Martono :D
"Gila loe Yen!" demikian hampir semua teman berkata.
"Rugi ke Lombok nggak jalan-jalan!" jerit sebagian besar teman.
"Kenapa sih mau-maunya PP? Kan suami loe udah ngizinin ini?" selidik teman yang lain.
Saya sempat terdiam, agak merasa sulit menjelaskannya.
Alasan pertama, saya terbiasa melakukan suatu perubahan tidak secara drastis, melainkan dengan proses hampir dalam segala hal, terutama yang berkaitan dengan anak-anak saya.
Menyapih ASI dengan proses (mengurangi pemberian ASI siang hari, menggantinya dengan makanan dan minuman, baru kemudian menyapih total), demikian pula dengan mengajarkan anak untuk lepas dari tidur bersama saya (dengan menyuruh tidur dengan Ibu dan Papa jika berkunjung dengan saya masih ada di rumah yang sama, baru kemudian diajak liburan lain kota dan menginap tanpa saya atau sebaliknya). Alasan ini lah yang saya kemukakan jika ada yang bertanya :)
Alasan kedua, saya berusaha tetap setia pada komitmen saya.
Saya pernah berjanji bekerja demi membantu nafkah keluarga sehingga tetap memprioritaskan keluarga. Bersenang-senang di Lombok dan meninggalkan Fian tanpa proses pisah sebelumnya sulit untuk saya lakukan.
Mungkin alasan ini agak sulit untuk diterima sebagian besar orang. "Terlalu idealis", mungkin adalah ungkapan yang akan terdengar sebagai balasannya :)
Namun, ucapan suami saya yang membuat hati saya berbunga-bunga, "Terima kasih ya Bunda, tetap memprioritaskan keluarga..." mengalahkan segala bayangan kesenangan wisata di sana :D
Finally, saya berangkat dari Jakarta Pk. 09.00 WIB, tiba di Mataram Pk. 12.00 WIT, langsung mengurus check in untuk kepulangan sore harinya Pk. 16.20 WIT. Langsung ke Holiday Resort Lombok. Lunch dan bersosialisasi sebentar. Langsung melakukan Rekonsiliasi Keuangan.
Pk. 15.45 WIT berangkat naik taksi ke Bandara Mataram, tiba di bandara hanya 5 menit sebelum pesawat boarding :D
Tidak sempat jalan-jalan, termasuk ke pantai yang terletak di belakang Resort. Hanya bisa melihat keindahan lautnya dari taksi saja heheheh...
Mendarat di Bandara Jakarta Pk. 17.30 WIB, saat menyalakan handphone nada sms langsung berbunyi, "Bunda, Fian tadi sore waktu tidur jatuh dari tempat tidur. Sekarang badannya agak hangat, nangis bilang punggungnya sakit."
Mbok Saminah, si mbok tukang urut yang biasa mengurut Fian sejak dari dalam kandungan saya, sudah memasuki hari pantang. Beliau percaya ada hari pantang dalam pekerjaannya mengurut, yaitu sejak hari kamis setelah ashar hingga hari jumat setelah shalat jumat :((
Segera saya pulang ke rumah.
Melihat saya pulang, Fian langsung ceria dan sepertinya melupakan sakitnya. Suhu tubuhnya pun normal kembali secara luar biasa :)
Besok malamnya baru saya membawa Fian ke Mbok Saminah untuk diurut dan dilemaskan otot punggungnya yang semula tegang akibat jatuh :)
Kesimpulan
Dari kejadian diatas, apakah kebetulan yang membuat saya bisa bergerak secara otomatis hampir tanpa berpikir panjang untuk mengatasi masalah pertama dan kedua?
Atau apakah saya akan dianggap sebagai pembawa musibah karena pada saat kejadian pertama dan kedua saya berada di lokasi kejadian?
Atau saya akan dianggap cenayang karena merasa tidak nyaman untuk pergi dan pas pula terjadi musibah setelahnya?
Heheheheh.... untuk itulah tulisan ini saya buat, untuk memberikan pandangan "sisi lain" dari beberapa kejadian, sehingga kita tidak perlu memberikan "label" kepada orang lain bahkan mungkin pada diri sendiri dengan cara yang tidak rasional :)
Allah Maha Mengatur. Saya percaya Allah sudah mengatur semua kejadian diatas.
Mungkin saya ada saat terjadi musibah pada kejadian pertama dan kedua agar bisa mengambil tindakan cepat saat itu, juga agar bisa belajar banyak dan mengambil hikmah dari musibah tersebut.
Tindakan cepat itu pun tidak semata-mata kebetulan bisa saya lakukan. Melainkan dari pendidikan jangka panjang. Alhamdulillah, latihan bergerak cepat dibawah tekanan dan hitungan instruktur saya yang saya dapat saat di Paskibra SMA 78, adalah salah satu yang saya yakini membentuk saya tanpa saya sadari menjadi orang yang hampir otomatis bergerak dalam kondisi darurat :D
Saat musibah pada kejadian ketiga saya tidak ada mungkin karena tidak ada tindakan yang harus diambil secara cepat. Namun Alhamdulillah saya ada pada malam harinya mungkin untuk memberikan rasa nyaman kepada Fian agar rasa sakitnya tidak terlalu terasa :)
Sedangkan rasa tidak nyaman untuk pergi dari rumah pada ketiga kejadian diatas mungkin merupakan bagian dari naluri yang Allah anugerahkan pada setiap Ibu :)
Jadi percayalah teman, semua hal yang baik dan buruk yang terjadi di dunia ini karena Allah punya kuasa, bukan karena si "Pembawa Sial" dan si "Pembawa Keberuntungan" seperti yang sering diucapkan oleh pemain sinetron masa kini :D
Dan untuk teman saya, Admiral, saat ini saya ingin menyampaikan pengakuan dari lubuk hati yang paling dalam, bahwa :
"Ya, sebenarnya saya sungguh percaya bahwa tidak ada yang namanya kebetulan. Karena semua yang terjadi di dunia ini sudah diatur oleh Allah Swt..."
Jakarta, 24 Maret 2011
Yeni Suryasusanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar