Sabtu, 25 Juni 2011

Leader, Follower & Problem Solver


Ternyata, anak-anak bisa dibilang miniatur dari orang tuanya :)

Pada tahun 2009 saya pernah menulis Tinjauan Buku My Stupid Boss http://yenisuryasusanti.blogspot.com/2011/01/tinjauan-buku-my-stupid-boss.html karena saat itu kami memiliki seorang atasan yang "unik" :D
Keunikan atasan kami itu sempat saya ceritakan pada Debby Cintya, adik didik Paskibra 78 yang secara rutin menyambangi saya di rumah ketika dia cuti dari site office tempat dia bekerja di Kalimantan.
Masalah yang sering saya hadapi dengan atasan yang "unik" tersebut adalah "larangan" dari beliau untuk menggunakan cara tertentu dalam penyelesaian kasus pekerjaan, namun tidak disertai dengan anjuran cara lain untuk penyelesaiannya.

"Larangannya itu tidak menyelesaikan masalah saya. Saya butuh solusi, bukan hanya batasan," omel saya sendiri saat bercerita, dan ketika itu Debby tertawa terbahak-bahak.

Bertahun-tahun sebelumnya, ketika saya kuliah semester 1, saya mengikuti pemilihan dan seleksi anggota Badan Perwakilan Mahasiswa di kampus STIE Perbanas Jakarta. Test akhir yang kami ikuti adalah psikotest.
Berdasarkan hasil test tulis dan wawancara yang dilakukan oleh Psikolog, saya tidak termasuk dalam kategori Leader, melainkan termasuk dalam kategori Problem Solver.
Ketika itu saya berpikir, pantas selama ini saya tidak pernah menjadi "Ketua" dalam setiap organisasi yang saya ikuti, dan terbukti selama 3 periode di BPM saya tetap pada posisi Sekretaris heheheheh...

Kembali pada kantor tempat saya bekerja, sebelum atasan yang "unik" itu bergabung dengan kami di kantor, saya pernah memiliki atasan yang luar biasa.
Seorang atasan wanita yang selalu memiliki jawaban atas setiap pertanyaan dan masalah yang saya ajukan. Saat itu rasanya biasa saja, namun ternyata memang seperti itulah sifat manusia, baru merasakan sesuatu itu sangat berharga ketika kehilangan.
Atasan kami resign, dan berganti dengan atasan yang memiliki kepribadian yang "unik" tersebut.
Ketika itulah saya baru menyadari, bahwa seorang Leader idealnya juga merupakan seorang Problem Solver :)

Sifat saya yang selalu berusaha mendapatkan solusi dari kendala saya hadapi, ternyata menurun kepada anak-anak kami. Dan itu belum lama saya sadari.

Awalnya ketika Fian mulai ingin melakukan segalanya sendiri, dengan segala keterbatasannya saat ini.
Fian ingin menyetel DVD, namun letaknya tinggi. Fian selalu meminta gendong agar bisa mencapai tempat DVD.
Mungkin karena ingin lebih sederhana, Yanti (pengasuh Fian) langsung mengambil DVD yang Fian inginkan dan memasukkan ke player.
Namun Fian marah. Ternyata dia ingin melakukannya sendiri :)
Suatu ketika, Fian melihat saya mengambil kursi plastik dan memanjatnya untuk mengambil perlengkapan di lemari dapur yang paling atas.
Dan dia pun mendapatkan inspirasi pertamanya :D
Ketika Fian ingin menyetel DVD, menyalakan tombol lampu, mengambil kunci mobil dan barang-barang yang letaknya tinggi, dia mengambil kursi plastik tersebut dan mulai memanjatnya.
Khawatir kursi yang ringan itu terguling, Yanti melarang Fian memanjat. Fian kembali marah.
Saya memperhatikan hal itu, mengambil kursi besi kecil yang lebih berat dan stabil, dan membantu Fian belajar memanjat dengan stabil. Setelah berhasil, Fian memasukkan sendiri DVD ke player dan duduk menonton sambil tersenyum puas.
Saya berkata, "Fian, kalau mau manjat, ambil kursi yang ini aja ya..."
Fian pun mengangguk tanda mengerti :)

Kali lain, Fian meloncat-loncat di atas spring bed. Yanti melarang karena khawatir Fian terpental ke dinding atau ke lantai.
Mulai memahami karakter Fian yang tidak mau dilarang, saya berdiri di samping tempat tidur, memegang kedua sisi badannya di bawah ketiak selama Fian meloncat, dan sesekali memanfaatkan daya pegas spring bed dengan melambungkan Fian lebih tinggi.
Fian pun tertawa gembira karena bisa meloncat, saya pun tenang karena Fian aman dalam pegangan saya :)

Suatu hari suami saya melihat Fian memanjat dan bertanya kenapa Fian tidak dilarang, suami saya khawatir Fian terjatuh.
Saya bercerita tentang peralihan penggunaan kursi plastik ke kursi besi, dan berkata bahwa melarang Fian tidak memecahkan masalah yang Fian hadapi. Fian merasa perlu memanjat, kita khawatir dia jatuh. Jadi mengapa kita tidak mencari jalan tengahnya saja, membiarkan dia memanjat tetapi dengan aman?
Dan ketika itulah saya menyadari alasan kemarahan Fian jika dilarang melakukan sesuatu tanpa alternatif solusi yang diperbolehkan :)

Lain lagi dengan Ifan.

Ketika masih TK, saya mendapati Ifan mencoret-coret dinding dengan pensil.
Padahal di rumah sudah ada white board lengkap dengan spidolnya, juga buku gambar lengkap dengan crayon dan pensil warna.
Saya berkata, "Ayo, Ifan, sekarang bantu Bunda menghapus dinding dari coretan Ifan."
Dan satu batang penghapus habis untuk menghapus coretan tersebut heheheh...
Saya tidak memarahi Ifan karena mencoret dinding. Saya mengerti bahwa itu adalah salah satu caranya untuk mengekspresikan kebutuhannya bereksplorasi. Tetapi saya juga membutuhkan dinding rumah yang bersih.
Jadi sebagai jalan tengahnya, saya menyampaikan bahwa Ifan boleh mencoret dinding, tetapi harus menghapusnya lagi setelah itu.
Ternyata Ifan merasakan lelah dan membosankannya menghapus coretan, dan sejak saat itu tidak pernah lagi mencoret dinding, melainkan di white board atau di kertas :D

Pada suatu malam, setelah selesai mengerjakan PR dan makan malam, Ifan meminta izin untuk main komputer.
Melihat jam dan mendapati saat itu sudah pukul 20.45 WIB dan tinggal 15 menit lagi jam tidur Ifan, suami saya pada awalnya melarang. Ifan pun merajuk, cemberut, dan berlari masuk ke kamarnya sambil membanting pintu :)
Saya dan suami saat itu masih bersama di meja makan. Saya kemudian bertanya alasan larangan tersebut.
Suami saya menjelaskan, "Kan tanggung Bun, main juga hanya bisa 15 menit. Ifan kan biasanya kalo main komputer nggak bisa sebentar..."
"Bagaimana kalau Ifan diperbolehkan main komputer, tapi hanya 15 menit? Dengan begitu Ifan mendapatkan keinginannya bermain komputer, tapi nggak melanggar waktu tidurnya?"
"Terserah Bunda deh..."
"Jangan terserah Bunda dong, ini hanya usul. Kalo ayah setuju, ayah yang harus sampaikan ke Ifan..."
Suami saya kemudian mendatangi Ifan di kamarnya, dan menyampaikan bahwa Ifan boleh main komputer sebentar sampai waktu tidurnya tiba. Ifan meloncat gembira sambil berteriak, "Makasih ayahhhhh!!!" dan bermain komputer hanya selama 15 menit hingga waktu tidurnya tiba :D

Ya, ternyata anak-anak itu tidak ubahnya seperti orang dewasa. Mereka membutuhkan solusi dari masalah-masalah yang mereka hadapi. Terkadang mungkin masalah tersebut terlihat kecil bahkan bukan merupakan masalah bagi kita sehingga kita mengabaikannya, namun ternyata solusi atas "masalah kecil" tersebut besar artinya bagi anak-anak kita.

Mungkin tidak semua anak-anak kita ditakdirkan untuk menjadi seorang Leader. Bagaimanapun dunia juga membutuhkan peran lain, bukan hanya pemimpin. Karena jika semua orang menjadi Leader dan tidak ada yang mau menjadi Follower, kehidupan juga tidak akan bisa berjalan.
Namun, dengan mempersiapkan mereka menjadi seorang Problem Solver - apa pun peran yang mereka jalani nanti entah itu Leader ataupun Follower - Insya Allah sama artinya kita mempersiapkan mereka untuk mengatasi segala permasalahan yang mereka hadapi di masa depan :)

Jakarta, 25 Juni 2011
Yeni Suryasusanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar