Kamis, 14 Maret 2013

Ketika Fian Belajar Mengenai Prosedur, Tanggung Jawab dan Urgensi



Di rumah kami, pada hari-hari sekolah anak-anak makan malam lebih dulu daripada saya dan suami.
Karena guru private Ifan datang pk 19.00 WIB, sedangkan asisten rumah tangga yang tidak menginap ingin sebisa mungkin urusan Fian sudah beres ketika saya tiba di rumah sehingga tidak menambah kelelahan saya :) *Duh... bahagianya punya asisten yang penuh kasih sayang*
Jadi, Ifan dan Fian biasa makan sekitar pk 18.30 WIB, sedangkan saya sampai di rumah rata-rata pk 19.00 WIB dan baru makan malam sekitar pk 20.00 WIB dengan ditemani Fian yang seringkali ingin "makan malam kedua" :D
Terkadang Fian makan sereal dan susu, terkadang roti. Karena sedang senang-senangnya belajar mandiri, pembuatan sereal dan susu serta roti ini selalu ingin Fian lakukan sendiri.

Beberapa minggu yang lalu, saya ditemani Fian makan malam.
Saat itu Fian ingin roti isi meises, dan seperti biasa ingin membuatnya sendiri. Seperti yang sudah dibayangkan, meises pun berhamburan di meja dan lantai dapur karena motorik Fian yang belum begitu sempurna.

Fian menatap saya dengan raut wajah hati-hati. 
"Kenapa Fian? Berantakan tumpah ya?" tanya saya sambil tersenyum.
"Iya Bun..." jawabnya.
"Ya udah, kalau begitu, Fian bereskan sendiri ya, Bunda hanya bantu," sahut saya santai.
"Oke Bun! Siap, Komandan!" seru Fian sambil menirukan gaya hormat :D
"Pertama, yang tumpah di meja dapur dikumpulkan ke sini (saya menunjuk tissue yang sudah saya ambil sebelumnya), lalu buang ke tong sampah. Kedua, yang tumpah di lantai, dibersihkan pakai sapu... " perintah saya menjelaskan prosedur melakukan pembersihan sambil mencontohkan mengumpulkan meises yang tumpah di meja ke tissue.

Menjelaskan prosedur melakukan pembersihan ini saya anggap perlu, untuk menghindari pekerjaan dilakukan dua kali. Jika pembersihan lantai menjadi hal yang pertama dikerjakan baru membersihkan meja dapur, bagaimana jika meises yang tumpah di meja dapur jatuh ke lantai saat Fian membawanya ke tong sampah? Tentu Fian harus mengulang pekerjaan menyapu untuk kedua kalinya.

Fian segera mengumpulkan meises yang tumpah di meja dapur dan membuangnya ke tong sampah sehingga meja dapur bersih kembali, lalu berlari mengambil sapu dan serokannya.
"Hmmmm... Cerdas..." pikir saya, karena Fian berinisiatif mengambil serokan, mungkin karena melihat asisten rumah tangga terkadang menggunakannya jika hanya menyapu sebagian area yang kotor saja padahal saya tidak memerintahkan Fian mengambil serokan.
Dengan sedikit kerepotan, akhirnya Fian berhasil membersihkan seluruh meises yang tumpah di lantai sehingga lantai bersih seperti sediakala :D
"Oke, Fian hebat bisa membereskan sendiri!" seru saya, "Tapi lain kali lebih hati-hati biar nggak tumpah lagi ya...."
"Siap, Komandan!" kata Fian sambil kembali menirukan gerakan hormat dan tersenyum ceria.

Tadi malam, ketika saya makan malam, seperti biasa Fian menemani. Kali ini sambil makan sereal dan susu, memanfaatkan waktu untuk bercerita tentang kesehariannya. 
Karena terlalu bersemangat bercerita kepada saya sehingga kurang berhati-hati, siku Fian masuk ke pinggir mangkuk sereal, dan susu pun tumpah menggenangi meja.

Fian segera melihat kepada saya dengan wajah bersalah, saya hanya nyengir sambil berkata, "Ayo kita bersihkan sama-sama..." sambil buru-buru mengambil beberapa tissue makan untuk menyerap tumpahan susu agar tidak terlanjur menetes ke lantai.
"Pertama, kita serap pakai tissue makan dulu ya, supaya nggak keburu netes ke lantai..." jelas saya sambil memberikan beberapa lembar tissue makan tersebut kepada Fian agar dia bisa meniru saya menyerap tumpahan susu yang masih menggenang.
"Kedua, Fian, ambil lap di dapur, di dekat kompor yang bisa menyerap air," perintah saya.
"Yang kuning ini ya Bun?" tanya Fian yang segera berlari ke dapur.
"Iya, tekan-tekan ke atas taplak meja, biar susunya diserap," kata saya sambil memberikan contoh.
"Oke Bun," Fian pun melanjutkan dengan bersemangat :D
"Sekarang coba Fian pegang mejanya," perintah saya sambil menunjuk permukaan meja makan yang tadi ketumpahan susu.
"Ih, lengket..." kata Fian.
"Oke... Jadi, Ketiga, ambil Mitu (tissue basah), trus di lap juga ke meja dan taplaknya, biar nggak lengket dan disemutin, besok aja Fian minta tolong Mbak Sri ganti taplak meja makannya dengan yang bersih ya..." lanjut saya.
"Beres, Bunda," kata Fian setelah selesai mengelap meja dan taplak dengan tissue basah wangi :D

Meskipun akan lebih cepat dan sederhana jika saya yang membereskan sendiri, saya memutuskan meminta Fian membereskan hingga tuntas, karena ingin Fian  belajar mempertanggungjawabkan secara tuntas kekacauan yang terjadi akibat dia kurang berhati-hati.

"Sekarang, Fian cuci tangan Fian yang lengket, lalu ambil piyama dan kaos dalamnya, ganti baju biar Fian nggak disemutin," lanjut saya.
"Tapi abang lagi belajar, Bun... Pintunya kan dikunci..." sahut Fian.
"Ketuk pintu, bilangnya gini : 'Kak Tri, Fian mau ambil piyama dan kaos dalam, soalnya piyama Fian basah, nanti masuk angin'" kata saya mengajari.
Fian pun berlari ke depan pintu kamarnya, mengikuti arahan saya.
Ketika hendak ganti baju - juga dilakukan sendiri karena saya sedang mencuci piring dan membereskan meja setelah makan malam - Fian menemukan ternyata kaos dalamnya tidak basah, tidak terkena tumpahan susu.
"Bunda, kaos dalamnya nggak kena, nggak usah diganti kan?" tanya Fian memastikan.
"Ya udah nggak usah..." sahut saya dari dapur.

Selesai mengganti baju, Fian membawa kaos dalamnya yang masih terlipat rapi ke dapur.
"Bunda, Fian boleh masuk kamar lagi mau taruh ini di lemari?" tanya Fian sambil mengacungkan kaos dalamnya.
"Jangan sekarang, abang lagi belajar. Nanti aja, setelah Kak Tri pulang," sahut saya.
"Yaaahhh Bundaaa... Boleh yaaaa... Tadi kan bolehhh..." seperti biasa, bukan Fian namanya kalau tidak berusaha keras agar kemauannya terpenuhi :p

Saya menghentikan kegiatan mencuci piring saya sejenak, menghadap Fian dan menjelaskan dengan serius,
"Fian, kalau tadi itu memang harus buru-buru, urgent, karena kalau nggak segera ganti baju, Fian bisa dirubung semut dan masuk angin. Kalau sekarang, kan hanya naruh kaos dalam yang nggak jadi dipakai, jadi nggak harus buru-buru, nggak urgent, jadi nggak harus dong ganggu konsentrasi abang belajar..."
"Yaaaahhh.... Bunda....." Fian masih mencoba-coba protes :D
"Tadi Fian tanya Bunda, Bunda sudah jawab, sudah menjelaskan. Kalau Fian nggak mau dengar kata-kata Bunda, untuk apa Fian tanyakan? Kasihan kan abang kalau belajarnya jadi terganggu..." kata saya.
Fian diam sejenak sambil menatap saya.
"Oke deh, jadi kalau naruh kaos dalam yang nggak jadi dipakai itu nggak buru-buru ya Bun? Jadi nggak usah ganggu abang ya Bun?" akhirnya Fian setuju :D

Mengajarkan tentang prosedur, tanggung jawab dan perbedaan masalah mana yang urgent dan yang tidak kepada Fian yang masih berusia belum genap 5 th mungkin bagi sebagian orang akan terasa terlalu berlebihan.
Namun bagi saya, hal ini merupakan tantangan tersendiri.
Mengapa?
Karena di sekeliling saya masih banyak saya temukan orang-orang dewasa yang tidak mengerti perlunya diberlakukan sebuah prosedur, merasa bahwa segala hal yang berbau prosedur hanya merepotkan saja.
Disamping itu, masih banyak pula saya temukan orang-orang dewasa yang menghindar dari tanggung jawab, tidak mengerti batasan dimulai dan diakhirinya sebuah tanggung jawab, atau bahkan tidak mengerti arti kata tanggung jawab itu sendiri.
Dan masih banyak pula saya temukan orang-orang dewasa yang selalu meminta dijadikan prioritas utama akan seluruh masalah mereka - dengan kata urgent sebagai kata kuncinya - tanpa melihat apakah masalah tersebut memang benar-benar urgent atau hanya karena mereka sekedar ingin selalu menjadi prioritas utama saja.

Masalah tentang pemahaman prosedur, tanggung jawab dan urgensi ini memang bisa kita temukan secara teori uraiannya baik di buku pegangan kuliah maupun di buku-buku populer. Namun biasanya kita cukup sulit untuk mengambil benang merahnya. 
Karena pemahaman tentang prosedur, tanggung jawab dan urgensi lebih mudah didapat secara praktek dari kasus-kasus pekerjaan di lapangan baik di organisasi maupun di dunia kerja. Atau, dalam hal Ifan dan Fian, saya selipkan dalam pendidikan mereka terkait kejadian yang terjadi sehari-hari.
Dan jika seseorang telah memahami kata kuncinya, maka semua aplikasinya hanya memerlukan daya nalar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, inilah arti ketiga kata tersebut:

Prosedur adalah:
  1. Tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas; 
  2. Metode langkah demi langkah secara pasti dl memecahkan suatu masalah;
Tanggung jawab adalah:
  1. Keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb); 
  2. Fungsi menerima pembebanan, sbg akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain;
Urgensi adalah:
  1. Keharusan yg mendesak; 
  2. Hal sangat penting;
Sedangkan berdasarkan pengalaman saya dalam berorganisasi sejak masih duduk di bangku SMP, SMA, Kuliah, hingga sekarang dan pengalaman bekerja meskipun saya baru bekerja selama hampir 17 tahun (yang hampir 15 th-nya saya habiskan di perusahaan tempat saya bekerja sekarang ini), inilah keterangan yang bisa saya tambahkan untuk lebih memperdalam makna ketiga kata tersebut:

Prosedur adalah metode yang telah disetujui dan ditetapkan oleh pimpinan perusahaan atau yang diberi wewenang, meski sekilas terkadang terlihat sangat merepotkan bagi sebagian orang yang menjalankan, namun dibuat dengan tujuan kelancaran operasional seluruh elemen perusahaan karena dengan adanya prosedur dapat ditentukan batas sebuah tanggung jawab dimulai dan diakhiri. Karena itu untuk merubahnya harus dengan persetujuan pejabat yang menetapkan prosedur pula.

Meskipun idealnya seluruh divisi pada suatu perusahaan menetapkan prosedur kerja sebagai acuan, pada prakteknya beberapa divisi harus ketat dengan prosedur baku dan sulit melakukan perubahan karena terkait berbagai macam peraturan, sementara beberapa divisi lain dapat dengan luwesnya membengkokkan prosedur demi kelancaran kerja.
Contoh divisi yang biasanya terikat erat dengan prosedur yang baku adalah Divisi Legal (karena terkait Hukum Pidana/Perdata), Human Resources (karena terkait Peraturan Departemen Tenaga Kerja), Finance dan Accounting (karena terkait Peraturan Departemen Keuangan, Perpajakan dan Audit Atas Laporan Keuangan Perusahaan).
Sedangkan contoh divisi yang biasanya luwes dengan prosedur adalah Divisi Customer Relation, Technical, General Affair dan Marketing.

Batasan sebuah tanggung jawab berakhir adalah ketika kondisi yang diakibatkan oleh  terjadinya kesalahan sudah kembali menjadi seperti semula.
Meskipun pada prakteknya kita tidak selalu memiliki waktu atau kemampuan untuk membereskan sendiri kekacauan yang telah terjadi akibat dari kesalahan kita, namun menurut saya merupakan tanggung jawab moril bagi kita untuk ikut terlibat menggawangi masalah tersebut hingga tuntas.

Dalam cerita mengenai Fian dan meises yang tumpah diatas, batasan tanggung jawab Fian berakhir saat meja dapur dan lantai yang sudah dikotori oleh meises menjadi bersih seperti semula.
Demikian pula dengan cerita mengenai Fian dan susu yang tumpah, batasan tanggung jawab Fian belum berakhir pada saat meja makan hanya sekedar kering tetapi masih lengket. Batasan tanggung jawab langsung Fian berakhir pada saat meja sudah bersih seperti semula dan tidak lengket, namun batasan tanggung jawab moril Fian baru berakhir saat taplak meja makan diganti dengan taplak yang bersih.

Sedangkan suatu masalah masuk kategori Urgensi adalah jika tidak segera dilakukan maka akan mengakibatkan kerugian yang besar baik secara moril maupun secara materiil, baik bagi organisasi/perusahaan maupun bagi orang-orang yang terlibat.

Dalam kondisi urgent, prosedur terkadang harus disesuaikan, namun bukan berarti dihilangkan, karena prosedur tetap diperlukan untuk menentukan batasan sebuah tanggung jawab dimulai dan diakhiri.

Pada saat ini, saya tentu tidak akan menuntut Ifan dan Fian mengerti secara mendalam mengenai prosedur, tanggung jawab dan perbedaan masalah mana yang urgent dan yang tidak.
Namun saya berharap, dengan bekal yang saya berikan sejak mereka di usia dini, mereka dapat memiliki daya nalar yang cukup tinggi sehingga mempermudah mereka memahami dan bisa mempelajari hal ini dengan lebih dalam di kemudian hari.

Jakarta, 14 Maret 2013
Yeni Suryasusanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar