Senin, 08 Agustus 2011

"Tumben..."



Bulan Ramadhan biasa digunakan orang untuk latihan memperbaiki diri. Mengapa?
Karena jauh lebih mudah memperbaiki diri secara "berjamaah" daripada melakukannya sendiri :)
Tulisan yang singkat ini saya buat dengan maksud menyampaikan sedikit pengingat bagi teman-teman yang "telah baik" untuk mempermudah teman-teman lain yang "masih dalam proses" perbaikan diri. Hanya dengan menghilangkan satu kata sederhana, dan menggantikannya dengan kata lain yang jauh lebih bermanfaat...

Berkaca dari pengalaman diri sendiri, ada satu kata yang paling tidak saya senangi ketika saya mulai belajar memperbaiki diri.
Kata sederhana namun sarat dengan "pukulan" sehingga mampu menyurutkan semangat dengan sangat efektif setiap kali kata tersebut diperdengarkan.
Kata tersebut adalah "Tumben..." yang sering diungkapkan orang lain ketika kita melakukan "tindakan yang tidak biasa kita lakukan".

Sebenarnya memang seringkali kata tersebut terlontar secara spontan, tanpa ada maksud apa-apa dari orang yang mengatakannya. Namun, bayangkan jika hanya dengan komentar tersebut orang yang semula ingin berubah menjadi lebih baik langsung merasa "malu" karena baru menyadari bahwa perbuatannya yang kurang baik selama ini ternyata diperhatikan oleh teman-temannya. Padahal selama ini tidak ada yang "mengingatkan" dirinya untuk memperbaiki diri ketika masih menjalankan kebiasaan yang kurang baik tersebut. Akibat rasa malu dan segan jika dikomentari oleh teman lain dengan kata yang sama, akhirnya orang tersebut surut untuk istiqamah memperbaiki diri :(

Beberapa contoh akibat dicetuskannya kata "Tumben..." apalagi dengan diikuti cengiran lebar dan kedipan mata menggoda pernah saya lihat - bahkan beberapa pernah saya rasakan sendiri - bisa saya sebutkan disini...
  • Beberapa teman yang semula jarang melaksanakan shalat, biasanya di bulan Ramadhan menjadi rutin melaksanakan shalat. Kata "Tumben..." bisa membuat mereka memutuskan berhenti melaksanakan shalat. Pun jika tidak se-ekstrim itu maka mereka terpaksa memilih waktu dimana mushalla sedang tidak ramai agar terhindar dari komentar yang membuat mereka merasa malu.
  • Beberapa orang dan mungkin termasuk saya, yang terkadang "melalaikan shalat" karena merasa "tanggung" dengan pekerjaan, di bulan Ramadhan ini terpanggil untuk berusaha melakukan shalat di awal waktu. Kata "Tumben..." yang dilontarkan bisa membuat kita segan dan kembali shalat di tengah waktu seperti sebelumnya.
  • Seorang wanita yang ingin memperbaiki penampilan agar lebih rapi dan enak di pandang mata bisa jadi surut semangatnya dan kembali berpenampilan "seadanya" bahkan "berantakan" akibat mendengar kata "Tumben..." diucapkan baik oleh teman maupun oleh pasangan.
  • Seorang anak yang ingin meningkatkan nilai dengan belajar di hari libur bisa langsung berhenti berusaha ketika usahanya yang sebenarnya sangat luar biasa mendapatkan hadiah kata "Tumben..." terutama dari orang tuanya sendiri.
Dan masih banyak lagi...

Karena pernah merasakan efek tidak nyaman akibat mendengar kata "Tumben..." diucapkan, saya kemudian berinisiatif untuk menggantikan kata tersebut dengan kata "Alhamdulillah..." dan diikuti dengan senyuman bahagia yang tulus untuk digunakan jika memang perlu mengomentari perubahan sikap orang-orang disekeliling saya dari yang kurang baik menjadi baik :)

Saya tidak berkata bahwa kata "Tumben..." harus dihilangkan dari perbendaharaan kata-kata kita sehari-hari.
Hanya saja, saya lebih memilih menggunakan kata "Tumben..." tersebut justru pada kondisi perubahan sikap dari yang baik menjadi kurang baik. Tentu saja dengan tujuan menimbul efek "tersindir" bagi orang yang melakukan hal yang kurang baik tersebut, sehingga yang bersangkutan akan merasa malu dan kembali melakukan hal baik seperti biasanya :)

Mungkin ada banyak teman yang kurang setuju dengan himbauan ini. Karena bukan mustahil mereka yang terbiasa mengucapkan kata "Tumben..." ketika temannya ingin memperbaiki diri akan berargumentasi dengan berkata "Jika memang mereka benar-benar berniat memperbaiki diri, seharusnya mereka tidak dengan semudah itu terpengaruh dan surut semangatnya hanya karena satu komentar saja."

Hal tidak saya sangkal sepenuhnya. Benar, memang seharusnya demikian. Dan sudah bukan menjadi rahasia bahwa jauh lebih sulit dan besar tantangannya ketika kita ingin memperbaiki diri daripada ketika kita melakukan sesuatu yang mengakibatkan kehancuran diri sendiri.
Namun, bukankah lebih indah jika kita sama-sama mempermudah setiap insan yang ingin memperbaiki diri?
Semoga dengan demikian dunia ini akan lebih cepat menjadi tempat yang lebih baik, lebih nyaman dan lebih indah untuk kita huni sementara ini...

"Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya."
(QS. Al-Maaidah : 2)

Jakarta, 8 Agustus 2011
Yeni Suryasusanti

2 komentar:

  1. Lebih senang disemangati ketika berubah untuk kebaikan daripada dipertanyakan atau 'ditumbeni'.. :D

    BalasHapus
  2. @ Tukangpoto : setujuhhhhh ndre... :)

    BalasHapus