Saya rasa setiap
orang pasti pernah merasakan titik jenuh akibat lelah dalam kehidupan.
Titik dimana
kita seperti merasa ingin muntah karena semua seperti menimpa kita sekaligus.
Ketika kita merasa sudah memberikan yang terbaik namun hasilnya masih tidak
seperti yang kita harapkan – bahkan tidak menghasilkan apa-apa karena memang
tidak ada yang berhasil selesai – karena banyak elemen yang terkait yang
terkadang kemampuan elemen tersebut tidak berada dalam kekuasaan kita karena kita
memang hanya memiliki kekuasaan penuh atas diri sendiri, bukan atas orang lain.
Apa yang harus
kita lakukan pada saat itu?
Bagaimana caranya
menawarkan rasa mual ingin memuntahkan semua dengan kata-kata pedas yang nyaris
sudah terbentuk di ujung lidah namun menyadari bahwa jika kita lakukan hal itu
hanya akan membuat situasi menjadi lebih parah?
Menarik diri
sejenak mungkin merupakan solusi sementara yang terbaik, namun membayangkan hal
buruk yang bisa terjadi tanpa bisa kita cegah saat kita menarik diri pun
membuat pilihan ini tidak lagi menjadi yang terbaik.
Keluar dari
masalah ini tanpa peduli juga bisa menjadi pilihan, namun bayangan kata “gagal melewati”
mungkin akan membayangi pikiran kita seumur hidup.
Ketika rasa muak
berbenturan dengan tanggung jawab dan akhlak, juga ketika rasa jenuh
berbenturan dengan rasa butuh, ketika itulah kita merasakan sebuah dilema.
Dan belajar
memang tidak mengenal usia. Setiap kali kita mengira satu masalah telah selesai
dan kita telah mengambil hikmah dibaliknya, selalu saja ada pelajaran baru
untuk kita jalani berikutnya. Semua kemudian berulang, namun dengan tingkatan
yang lebih tinggi dan masalah yang biasanya semakin parah.
Di Paskibra 78,
kami belajar untuk bertahan dan tetap menjalani setiap bagian terpahit dari
kehidupan, dengan selalu mengedepankan tanggung jawab dan kewajiban. Kami
belajar untuk berhenti disaat semua tugas telah selesai kami jalani. Karena
memang hidup itu adalah perjuangan.
Disaat semua
beban serasa tak tertanggungkan, Alhamdulillah selalu Allah mengirimkan
bantuan. Entah itu berupa pendampingan, pengalih perhatian, kemudahan atau
hanya sekadar tambahan daya tahan.
Tidak ada yang
mengatakan hidup itu mudah. Namun ketika kita akhirnya berhasil melewati
prosesnya dengan tetap memberikan yang terbaik dari diri kita dan dengan ikhlas
menerima apa pun hasilnya, ketika itulah kita bisa melihat ke belakang dan
berkata, “Ya, saya bisa.”
Saya percaya,
ketika saya sampai di titik terparah dari sebuah masalah, pada akhirnya saya
akan berhasil melalui semuanya, karena Allah tidak akan memberikan cobaan yang
tidak tertanggungkan.
Jadi, setiap
kali rasa ingin muntah karena jenuh dan lelah itu sampai pada titik terparah,
saya akan mencoba untuk bertahan dan menguatkan hati dengan berkata, “Insya
Allah, ini semua akan menjadi ibadah…”
Karena hidup di
dunia ini hanyalah sementara…
Jakarta, 25
April 2014
Yeni
Suryasusanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar