Beberapa waktu yang lalu saya menulis tentang bagaimana manusia hanya bisa berencana dan Allah yang menentukan dalam tulisan Dunia vs Akhirat.
Ketika itu rencananya Ifan akan berangkat melaksanakan ibadah umroh bersama kedua orangtua saya dan sepupunya : Ekal (naik kelas 4 SD) dan Ria (naik kelas 3 SMA) bertepatan dengan waktu liburan sekolah 24 Juni - 3 Juli 2012.
Namun, Allah menentukan lain.
Visa yang keluar sebelum keberangkatan hanyalah visa milik Ibu saya. Visa papa, Ifan dan kedua orang sepupunya belum disetujui sampai sehari sebelum keberangkatan.
Tawaran dari travel biro "Percikan Iman" adalah menggeser jadwal keberangkatan bagi 16 orang yang belum disetujui visanya menjadi tanggal 5 - 13 Juli 2012.
Keputusan pun harus diambil karena Ifan dan kedua sepupunya harusnya masuk sekolah tanggal 9 Juli 2012.
Ria yang sudah kelas 3 SMA dan akan berhadapan dengan ujian kelulusan, dengan berbagai pertimbangannya akhirnya memilih membatalkan keberangkatan.
Ekal yang masih kelas 4 SD serta merta memutuskan untuk berangkat.
Tinggal Ifan yang kelas 6 SD dan akan berhadapan dengan ujian kelulusan pula harus mengambil keputusan.
Ketika itu secara sederhana, suami saya mengatakan bahwa biar Ifan yang mengambil keputusan berangkat atau tidak.
Bagi beberapa orangtua, mungkin akan dinilai kami terlalu membebani anak yang masih dibawah umur untuk mengambil keputusan yang sarat dilema.
Namun, sungguh saya mengerti dan mendukung keputusan suami saya, mengingat ini akan menjadi pelajaran penting untuk Ifan, bahwa setiap keputusan yang diambil olehnya akan mengakibatkan berbagai konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan.
Jika Ifan memilih untuk membatalkan keberangkatan, maka dia harus berjuang mengalahkan perasaan sedih dan khawatir seandainya kesempatan ini adalah tawaran sekali seumur hidup mengingat kita tidak akan pernah tahu hingga kapan kita hidup maupun ada rezeki untuk berangkat.
Jika Ifan memilih untuk tetap berangkat, maka dia harus berjuang mengejar ketinggalan pelajaran sekolah untuk bisa lulus dengan nilai baik.
Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, dengan tekad bulat Ifan memilih untuk tetap berangkat umroh, meski ketinggalan pelajaran sekolah menjadi konsekuensinya.
"Bunda, kan akhirat itu lebih penting daripada dunia..." demikian ucapnya saat itu.
Ternyata, keputusan bulat yang diambil oleh Ifan dan Ekal sendiri itu memberikan hasil yang alhamdulillah luar biasa... :)
Papa bercerita bahwa Ifan dan Ekal bersemangat melaksanakan ibadah umroh.
Terik matahari dengan suhu 39 - 40 derajat tidak menjadi halangan bagi mereka. Mereka tetap bersemangat melaksanakan thawaf dan sa'i dengan jarak 5 - 6 km.
Kelelahan itu pun tidak menjadi halangan Ifan dan Ekal untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah di Masjidil Haram keesokan paginya.
Dan yang lebih membuat saya terharu, hari ini papa saya menyempatkan diri menelpon saya untuk bercerita kejadian siang tadi.
Papa dan ibu saya shalat dzuhur di Masjidil Haram. Khawatir Ifan dan Ekal terlalu lelah, Papa berpesan agar mereka shalat di mesjid hotel saja.
Begitu papa dan ibu pulang ke hotel setelah shalat dzuhur, ternyata Ifan dan Ekal tidak ada di hotel. Namun tak lama kemudian, keduanya muncul.
Ifan bercerita bahwa mereka menemukan bahwa mesjid di hotel penuh, jadi Ifan dan Ekal berdua pergi ke Masjidil Haram dan shalat dzuhur di dekat Ka'bah!
Memang hotel tempat menginap letaknya tidak jauh dari Masjidil Haram. Namun tetap sajaaaaa.... Alhamdulillah Allah melindungi dan memberi keberanian kepada mereka berdua :D
Mendengar cerita itu, saya pun merenung.
Saya melihat bukti, bahwa ketika keputusan penting dalam hidup seseorang diambil oleh diri orang itu sendiri - bukan ditentukan oleh orang lain - maka akan muncul semangat dalam dirinya untuk mempertanggungjawabkan keputusan tersebut.
Selain itu, saya juga melihat bukti, bahwa ketika sebuah keputusan diambil karena Allah, maka Allah akan memberikan kemudahan bagi orang tersebut untuk menjalaninya.
Ibadah umroh bukanlah ibadah yang ringan, apalagi bagi anak-anak. Kondisi cuaca yang berbeda dengan cuaca di tanah air dan kondisi fisik yang harus mendukung terutama ketika thawaf dan sa'i, hanyalah merupakan sedikit diantara banyak hal yang menuntut agar mereka bisa menyesuaikan diri.
Namun alhamdulillah Allah memberikan kemudahan bagi keduanya.
Saya berdoa semoga papa, ibu, Ifan dan Ekal diberikan kesehatan dan niat yang terus terjaga hingga akhir ibadah umroh dan kembali ke tanah air dengan selamat.
Untuk Ifan dan Ekal, semoga pengalaman selama melaksanakan ibadah umroh ini akan menguatkan fondasi iman mereka, dan semoga kelak setelah dewasa Allah mengundang mereka kembali ke tanah suci untuk menunaikan kewajiban ibadah haji...
Jakarta, 8 Juni 2012
Yeni Suryasusanti
Jika Ifan memilih untuk membatalkan keberangkatan, maka dia harus berjuang mengalahkan perasaan sedih dan khawatir seandainya kesempatan ini adalah tawaran sekali seumur hidup mengingat kita tidak akan pernah tahu hingga kapan kita hidup maupun ada rezeki untuk berangkat.
Jika Ifan memilih untuk tetap berangkat, maka dia harus berjuang mengejar ketinggalan pelajaran sekolah untuk bisa lulus dengan nilai baik.
Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, dengan tekad bulat Ifan memilih untuk tetap berangkat umroh, meski ketinggalan pelajaran sekolah menjadi konsekuensinya.
"Bunda, kan akhirat itu lebih penting daripada dunia..." demikian ucapnya saat itu.
Ternyata, keputusan bulat yang diambil oleh Ifan dan Ekal sendiri itu memberikan hasil yang alhamdulillah luar biasa... :)
Papa bercerita bahwa Ifan dan Ekal bersemangat melaksanakan ibadah umroh.
Terik matahari dengan suhu 39 - 40 derajat tidak menjadi halangan bagi mereka. Mereka tetap bersemangat melaksanakan thawaf dan sa'i dengan jarak 5 - 6 km.
Kelelahan itu pun tidak menjadi halangan Ifan dan Ekal untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah di Masjidil Haram keesokan paginya.
Dan yang lebih membuat saya terharu, hari ini papa saya menyempatkan diri menelpon saya untuk bercerita kejadian siang tadi.
Papa dan ibu saya shalat dzuhur di Masjidil Haram. Khawatir Ifan dan Ekal terlalu lelah, Papa berpesan agar mereka shalat di mesjid hotel saja.
Begitu papa dan ibu pulang ke hotel setelah shalat dzuhur, ternyata Ifan dan Ekal tidak ada di hotel. Namun tak lama kemudian, keduanya muncul.
Ifan bercerita bahwa mereka menemukan bahwa mesjid di hotel penuh, jadi Ifan dan Ekal berdua pergi ke Masjidil Haram dan shalat dzuhur di dekat Ka'bah!
Memang hotel tempat menginap letaknya tidak jauh dari Masjidil Haram. Namun tetap sajaaaaa.... Alhamdulillah Allah melindungi dan memberi keberanian kepada mereka berdua :D
Mendengar cerita itu, saya pun merenung.
Saya melihat bukti, bahwa ketika keputusan penting dalam hidup seseorang diambil oleh diri orang itu sendiri - bukan ditentukan oleh orang lain - maka akan muncul semangat dalam dirinya untuk mempertanggungjawabkan keputusan tersebut.
Selain itu, saya juga melihat bukti, bahwa ketika sebuah keputusan diambil karena Allah, maka Allah akan memberikan kemudahan bagi orang tersebut untuk menjalaninya.
Ibadah umroh bukanlah ibadah yang ringan, apalagi bagi anak-anak. Kondisi cuaca yang berbeda dengan cuaca di tanah air dan kondisi fisik yang harus mendukung terutama ketika thawaf dan sa'i, hanyalah merupakan sedikit diantara banyak hal yang menuntut agar mereka bisa menyesuaikan diri.
Namun alhamdulillah Allah memberikan kemudahan bagi keduanya.
Saya berdoa semoga papa, ibu, Ifan dan Ekal diberikan kesehatan dan niat yang terus terjaga hingga akhir ibadah umroh dan kembali ke tanah air dengan selamat.
Untuk Ifan dan Ekal, semoga pengalaman selama melaksanakan ibadah umroh ini akan menguatkan fondasi iman mereka, dan semoga kelak setelah dewasa Allah mengundang mereka kembali ke tanah suci untuk menunaikan kewajiban ibadah haji...
Jakarta, 8 Juni 2012
Yeni Suryasusanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar