Senin, 23 Juli 2012

Sharing Copy Paste : Rok Mini dan Hot Pants di Mata Lelaki



Hari ini mendapatkan kiriman tulisan dari milis DKM An-Nahl, tulisan yang cukup menggelitik dan menarik untuk dibaca meskipun sedikit terlambat dari issue yang waktu itu sempat ramai dibicarakan.
Namun, menurut saya tulisan ini justru muncul di saat yang tepat, karena pada bulan suci biasanya setiap muslim / muslimah ingin lebih memperbaiki diri :)

Jujur, dulu sebelum saya berbusana muslimah, saya sendiri termasuk penyuka rok mini, dan cukup sering memakainya :D

Dari hasil observasi dan pengalaman pribadi saya, ada beberapa kategori pemakai rok mini :

  1. Wanita merasa lebih energik, menarik dan percaya diri jika memakainya. Inilah "Pemakai Rok Mini Sejati". Dia tidak akan merasa risih dengan tatapan dari para "Penikmat Rok Mini", menganggap bahwa adalah hal yang wajar sesuatu yang indah itu dikagumi. Mottonya : "Dilihat boleh, dipegang jangan." :D
  2. Wanita yang hanya ingin meniru mode. Inilah "Pemakai Rok Mini Setengah Hati". Inginnya merasa seksi dan percaya diri, namun merasa risih dengan tatapan para  "Penikmat Rok Mini". Wanita seperti ini bisa ditandai dengan selalu berusaha menarik ujung rok ke bawah atau posisi tubuh yang tegang ketika sedang duduk, atau melotot ke arah para  "Penikmat Rok Mini". Mottonya : "Tidak boleh dilihat, apalagi dipegang." :D
  3. Wanita merasa lebih energik, menarik dan percaya diri jika memakainya, namun menyesuaikan dengan lingkungannya. Inilah "Pemakai Rok Mini Realistis". Hampir sama dengan kategori pertama, namun memilih tidak mengenakan rok mini di tempat yang tidak nyaman dan aman baginya seperti di kendaraan umum, namun memilih lokasi yang lebih "high class" seperti di kantor yang bagus, cafe dan sejenisnya karena  orang-orang di sana diyakini olehnya lebih berbudaya. Wanita seperti ini biasanya mengenakan celana panjang ketika harus naik kendaraan umum, namun membawa rok mini untuk kemudian diganti setelah tiba di tempat yang "sesuai" baginya. Mottonya :  "Dilihat boleh, dipegang jangan, khusus untuk kalangan tertentu." :D
  4. Wanita yang menganggap dirinya tidak ada pilihan lain. Inilah "Pemakai Rok Mini Terpaksa". Biasanya karena pilihan atas pekerjaan yang wajib menggunakan seragam, dan kebetulan seragam yang dipilih oleh si boss adalah rok mini. Namun seperti para "Pemakai Rok Mini Realistis", mereka biasanya mengenakan celana panjang ketika harus naik kendaraan umum, dan membawa rok mini untuk kemudian diganti setelah tiba di tempat kerja. Mottonya : "Saya melakukan ini untuk mencari rezeki, bukan untuk menjual diri." :D
Setiap orang bertanggungjawab atas hidup dan keselamatan dirinya. Demikian juga Pemakai dan Penikmat Rok Mini. Ketika kejahatan terjadi, pastilah karena ada yang tidak berjalan dengan baik. Entah yang mana, bisa dipilih salah satu atau semuanya setelah melakukan introspeksi diri : Otak / jiwa si "Penikmat Rok Mini", logika / sistem pertahanan diri pribadi si "Pemakai Rok Mini" atau bahkan sistem keamanaan di negara ini.

Semoga sharing ini bermanfaat, karena mau tidak mau saya setuju dengan ungkapan penulis bahwa "mencegah lebih baik/murah daripada mengobati".
Nah, tinggal kita pilih, siapa yang harus dicegah : Penikmat Rok Mini, Pemakai Rok Mini atau keduanya? :D
Untuk itu, melengkapi slogan yang acap kali saya dengar ketika pilpres maupun pilgub, saya menghimbau kepada pembaca : "Pilihlah sesuai hati nurani, janganlah dengan emosi." :)

Jakarta, 23 Juli 2012
Yeni Suryasusanti

----------------------------------------------------------------------------


Rok Mini dan Hot Pants di Mata Lelaki

Ditulis oleh : Wahyu Aji


Soal rok mini ini memang menggelitik. Saya sendiri di dalam dilema yang besar. Alasannya, pertama karena saya laki-laki. Kedua, karena saya belum pernah memakai rok mini. Sebagai orang berpendidikan, saya khawatir perspektif saya terhadap rok mini ini menjadi sangat subyektif, dipenuh asumsi, dan ngawur.

Tapi sebenarnya saya selalu ingin mengajukan pertanyaan kepada setiap pengguna rok mini atau celana super pendek di area publik demi mendapat sudut pandang yang obyektif dari si pemakai agar saya tidak salah sangka:

  1. “Mbak-mbak, boleh tau apakah dengan rok mini yang mbak pakai itu, saya atau kami boleh menikmati paha mbak?”
  2. “Kalau boleh, apakah mbak memang sengaja agar kami melihatnya? atau malah risih kalau kami melihatnya?”
  3. “Atau tolong jelaskan kepada kami, bagaimana seharusnya kami boleh menikmati paha mbaknya biar mbak merasa nyaman dan kita bisa sama-sama menikmati, agar saya merasa aman dalam menikmati, dan mbaknya nikmat juga dilihati?”

Pertanyaan ini sebenarnya penting untuk ditanyakan sebagai dasar ilmiah untuk mengambil kesimpulan, tapi belum kesampaian saya tanyakan sampai saat ini. Malu nanyanya. Dan saya memilih untuk menikmati rok mini tersebut dengan diam-diam, dengan “etika” yang saya karang sendiri agar tidak berdampak sosial yang buruk.

Ada yang bilang ini soal iman. Kalau iman kuat, rok mini lewat. Saya kira setiap orang beriman yang jujur, kalau ditanya pasti menjawab akan timbul pikiran bukan-bukan ketika menjumpai perempuan muda berpaha indah memakai rok mini atau celana pendek sekali di tempat umum.

Tidak usah jauh-jauh, saya sendiri akan mengaku beriman, sholat tidak pernah lewat, kadang-kadang juga ngaji, tapi rok mini is rok mini, daya tariknya sungguh sering melewati daya tangkal iman. Kalau ada yang bilang “Pikiran situ saja yang jorok”, duh, ingin sekali saya jawab “Saya sudah susah payah membersihkan pikiran dari yang nggak-nggak, tapi situ lewat sambil menjorok-jorokkan paha …. memaksa untuk dilihat”.

Soal hak, semua memang punya hak masing-masing. Selama masih berada di tempatnya, hak menjadi sesuatu yang aman bagi dirinya maupun orang lain.

Contohnya merokok. Saya yakin itu adalah hak. Tidak seorangpun kecuali keluarga dan orang-orang yang bergantung hidupnya pada perokok boleh melarang orang untuk merokok. Tetapi ketika merokok di tempat umum, hak itu jadi tidak aman untuk orang lain. “Tolong ya mas, merokoknya di ruang merokok, atau menggunakan helm full face saja biar asapnya tidak terhirup oleh saya”. Gimana kalau perokok menjawab, “Ya situ saja jangan hirup asap saya kalau memang tidak suka bau asap”. Kira-kira Anda mau langsung mengajak adu hantam tidak?

Mamainkan musik adalah hak. Tetapi ketika bertetangga, genjrang-genjreng di jam dua pagi di depan rumah orang, kira-kira akan membuat tidur orang terganggu tidak? Gimana kalau ketika ditegur si penggitar menjawab “Tolong ya Bu, kalau memang tidak suka dengan suara gitar saya, ibu jangan dengerin suaranya, gitar-gitar saya kok ibu yang repot”. Kira-kira si ibu akan melempar sandal atau tidak? Kalau bermainnya di dalam kamarnya sendiri, di studio musik kedap suara, saya kira volume sebesar apapun tidak akan jadi masalah. Minimal tidak jadi masalah untuk orang lain.

Sama jadinya dengan rok mini dan hot pant. Di rumah, rok mini akan menjadi sangat asik. Aman, dan nyaman buat semuanya. Apalagi di kamar, tidak pakai rok pun akan semakin menambah suasana jadi lebih sesuatu banget  Dan, semua orang akan merasa happy dan dijamin aman.

Tapi di boncengan sepeda motor, di busway, di jalanan … duuuh biyung, please mbak, bu, kalau sekadar saya yang lihat dijamin akan aman. Karena nafsu dan pikiran saya akan saya manage sedemikian rupa sehingga akan hanya meledak tanpa melukai Anda. Tapi kalau yang nafsunya meledak itu lelaki yang sedang sakit parah jiwanya dan tak tau tempat?

Pemerkosa adalah orang yang sedang sakit jiwanya. Dan kata orang tua, mencegah lebih mudah dan murah dari pada mengobati. Mengobati mereka tetap harus dilakukan karena bisa membahayakan orang lain, berapapun biaya material dan sosial yang dibutuhkan, termasuk kita memberi makan mereka di penjara seumur hidup.

Tapi sambil mengobati, akan lebih cerdas, mudah, dan murah kalau kita semua juga ikut mencegah, salah satunya dengan tidak mengguanakn rok mini di tempat umum. Masih banyak pilihan busana yang lain, yang tetap menarik (tanpa menggoda) dan pantas.

Cara ini pasti lebih murah sebelum ada yang menjadi korban lelaki sakit jiwa. Kecuali, kalau memang rok mini telah menjadi sumber penghasilan pengenanya.

Mbak-mbak, ibu-ibu. Sebagai lelaki, saya selalu mengagumi perempuan. Dalam teori saya, perempuan itu setiap inchi kulitnya adalah fashion. Karena itu, benang dililit-lilit pun ke beberapa bagian tubuh, sudah seperti keindahan yang menyeluruh. Perempuan juga sangat ekspresif. Mereka suka bicara, suka berdandan, suka “menunjukkan” keindahan dirinya. Itu memang kodratnya.

Dan sedikit ini komentar lelaki. Kami-kami ini juga sangat ekspresif. Tapi berbeda caranya dengan perempuan. Kami tidak terlalu suka bicara, suka berdandan, menunjukkan keindahan diri sendiri. Tapi langsung bertindak.

Sebagian yang lain, ekspresinya malah tidak terlihat sama sekali. Tetapi sesuatu di balik celananyalah yang langsung bereaksi.

Maka, seperti Bang Napi bilang, kejahatan terjadi bisa bukan karena niat pelakunya, tetapi ketika ada kesempatan.

Semoga kita semua aman dan selamat. Di manapun berada.

Sumber :

Rabu, 18 Juli 2012

Jelang Ramadhan 1433 H...




Hidup adalah ikhtiar atas rangkaian proses belajar :
Belajar tetap bersabar meski hati bagai terbakar,
Belajar tetap ikhlas meski terkadang ingin membalas,
Belajar bisa bersyukur meski tanpa harus mengukur, 
Belajat tetap taat meski sering terasa berat, 
Belajar tetap setia meski sesekali merasa tergoda...

Bulan Ramadhan adalah bulan belajar : 
Belajar membenahi yang salah menjadi benar, 
Belajar mengendalikan hawa nafsu karena Allah semata 
Belajar untuk menjadi insan yang beriman dan bertaqwa 
Agar amal kita di sepanjang kehidupan 
Tidak hanya seperti debu yang berterbangan...

Sekian lama kita bersama 
Baik di dunia nyata maupun maya 
Mungkin hati pernah terluka 
Meskipun pasti tanpa sengaja 
Sebelum Ramadhan tiba 
Mohon dimaafkan segala alpa...

Mengapa harus hari ini, sebelum kita mulai bulan yang suci? 
Mengapa tidak nanti, saat tiba hari yang fitri? 
Jika itu tanyamu pada diri, maka akan saya jawab dari hati : 
Mengapa tidak kini, agar tercapai ridha Ilahi? 
Mengapa harus nanti, andai bisa kita lakukan hari ini? 
Karena kita tak pernah tahu pasti kapan ajal menjemput diri... 

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1433 H 

Jakarta, 18 Juli 2012 
Yeni Suryasusanti

Sabtu, 14 Juli 2012

Sekali Lagi Tentang Blackberry :D



Pada tahun 2010 ketika penggunaan ponsel pintar sedang booming, saya pernah menulis tentang Blackberry.
Saat itu kerabat saya menegur karena menganggap saya tidak bersedia mengikuti kemajuan teknologi yang bertujuan mempermudah hidup umat manusia :)
Namun ketika itu saya memiliki alasan yang kuat.
Bekerja di sebuah perusahan Internet Service Provider sebagai finance yang selalu berada di belakang meja membuat saya tidak merasa membutuhkan ponsel pintar sebagai alat komunikasi. Email, chatting bahkan facebook-an bisa saya lakukan selama saya berada di kantor, tentunya dengan bijaksana dan tidak mengabaikan tanggung jawab pekerjaan saya.
Disamping itu, kekhawatiran saya akan terjadi ketergantungan dengan Blackberry sehingga akhirnya mengganggu keseimbangan hidup saya baik di kantor apalagi di rumah, dimana pekerjaan dan terutama anak-anak yang membutuhkan perhatian penuh dari saya tanpa terbagi dengan godaan aktivitas sosial yang bisa dimunculkan akibat pemakaian ponsel pintar tersebut membuat saya menunda pemakaiannya, selama hal tersebut belum saya butuhkan.
Pemakaian Blackberry sebelum waktunya juga hanya akan menambah pos pengeluaran pribadi yang sebenarnya belum perlu saya anggarkan.
Ya, kuncinya adalah bagaimana selama ini saya selalu berusaha memilah antara keinginan dan kebutuhan :)

Namun, seperti juga jam yang selalu bergeser, demikian juga keinginan dan kebutuhan.
Sejalan dengan pergeseran keinginan dan kebutuhan orang-orang di sekeliling saya, saya  pun menyadari akan tiba saatnya sesuatu yang tadinya hanya sekedar keinginan juga akan menjadi kebutuhan bagi saya.
Menyikapi pergeseran ini tidaklah mudah. Perlu kebijaksanaan dan kontrol diri yang sangat kuat.

Di awal tahun 2012, masih dalam rangka memilah antara keinginan dan kebutuhan, saya lebih memilih mendahulukan pembelian notebook sebagai kebutuhan dibanding membeli ponsel pintar yang bagi saya saat itu belum bisa saya manfaatkan secara maksimal :)
Tugas seminar yang harus saya ikuti selama 7 hari kerja membuat saya harus memiliki notebook agar bisa tetap bekerja mengotorisasi pengeluaran perusahaan. Meskipun sebenarnya saya bisa menggunakan notebook milik perusahaan untuk keperluan tersebut, namun ketika itu saya memilih melakukan pembelian pribadi, karena menyadari bahwa notebook tersebut bisa dimanfaatkan oleh anggota keluarga lain sewaktu-waktu : oleh Ifan dan suami saya misalnya.
Ketika keinginan bergeser menjadi sebuah kebutuhan, karena referensi beberapa orang teman, saya pun akhirnya jatuh cinta pada pandangan pertama dan memutuskan membeli Lenovo Thinkpad E125 11,6" berwarna hitam. Dan saya tidak menyesali pilihan saya :D

Sementara itu, saya masih berhasil menghindari menempatkan Blackberry menjadi sebuah kebutuhan :D
Sindiran dari boss tertinggi di perusahaan yang mengeluhkan kepada GM HRD, "Susah nih si Yeni nggak pakai BB" saya abaikan dengan berkata ringan sambil tertawa, "Sorry, gue baru beli notebook, belum ada dana untuk beli BB. Kalo boss bilang perlu, beliin aja."
Saya tahu persis hal itu tidak mungkin dilakukan. Karena hanya para sekretaris direksi yang diberikan fasilitas Blackberry lengkap dengan pulsanya setiap bulan untuk kemudahan berkomunikasi dengan para boss :D
Boss membuat group BBM yang terdiri dari para sekretaris, para staff GA, GM HRD, dan Manager Accounting. Saya sendiri sebagai finance masih berhasil menghindar.
"Toh saya masih bisa menerima instruksi melalui email dan sms," demikian kilah saya :p
Setiap tugas yang diinstruksikan boss melalui group BBM terkait hal finance akan disampaikan kepada saya oleh GM HRD atau Manager Accounting :D

Kemudian, secara perlahan tapi pasti, hampir seluruh keluarga besar saya dan suami memutuskan menggunakan Blackberry untuk berkomunikasi. Saya pun mulai tertinggal dari gossip-gossip keluarga, bahkan terkadang ada acara yang berlangsung tanpa saya ketahui karena suami yang sejak awal menggunakan Blackberry untuk mendukung pekerjaannya tidak selalu memantau komunikasi di group BBM keluarga :D
Papa, Ibu, kedua kakak saya, kakak ipar, dan kedua adik ipar, para sepupu bahkan para keponakan menggunakan Blackberry
Dan akhirnya ketika terjadi miss-information akibat ada informasi yang disampaikan melalui group BBM boss yang terlewat disampaikan kepada saya membuat GM HRD mengeluh juga, "Mbak... loe pake BB dong... Gue pusing nih...", ketika itulah saya berpikir bahwa akhirnya saya harus menyerah dan membeli Blackberry karena tampaknya benda ini telah menjadi hal yang krusial untuk berkomunikasi bagi orang-orang di sekeliling saya.

Sebelum melakukan pembelian, saya meneguhkan hati. Berjanji pada diri sendiri bahwa pembelian ini tidak akan mengubah komitmen saya terhadap anak-anak dan pekerjaan saya. Saya harus bisa bijaksana dengan penggunaannya.
Pilihan saya jatuh pada Blackberry Curve 9320 3G berwarna hitam, seperti warna mayoritas barang-barang pilihan saya :D

Saya berhasil memaksimalkan penggunaan Blackberry untuk mengetahui tugas-tugas dari boss, mengetahui perkembangan keluarga dari perbincangan di group BBM keluarga, mengetahui keadaan setiap anggota keluarga dari pergantian status BB mereka dari waktu ke waktu, berkomunikasi tanpa biaya sms dengan BBM dan menginstall aplikasi Whatsapp untuk berkomunikasi dengan teman-teman pengguna ponsel pintar selain Blackberry, dan terutama bisa mengecek email di waktu luang saya tanpa perlu duduk di depan komputer di rumah.

Namun demikian, saya tetap memenuhi janji saya dengan mendisiplinkan diri.
Ketika tiba di rumah, maka Blackberry akan saya letakkan di kamar saja. Saya baru mengecek email dan BBM setelah anak-anak tidur dan setelah shalat subuh sebelum memulai aktivitas sehari-hari, atau ketika anak-anak sedang asyik bermain sendiri dan saya hanya perlu mengawasi :)

Akhirnya, seperti biasa saya sampai pada kesimpulan :
Ketika kepemilikan sebuah benda di dorong oleh kebutuhan, bukan hanya sekedar keinginan yang muncul akibat ingin mengikuti trend, ketika itulah kita akan bisa memanfaatkannya dalam kehidupan kita dengan lebih baik dan bijaksana :)

Jakarta, 14 Juli 2012
Untuk memenuhi janji kepada Debby Cintya :D
Yeni Suryasusanti

Minggu, 08 Juli 2012

Ifan dan Keputusan


Beberapa waktu yang lalu saya menulis tentang bagaimana manusia hanya bisa berencana dan Allah yang menentukan dalam tulisan Dunia vs Akhirat.
Ketika itu rencananya Ifan akan berangkat melaksanakan ibadah umroh bersama kedua orangtua saya dan sepupunya : Ekal (naik kelas 4 SD) dan Ria (naik kelas 3 SMA) bertepatan dengan waktu liburan sekolah 24 Juni - 3 Juli 2012.

Namun, Allah menentukan lain.
Visa yang keluar sebelum keberangkatan hanyalah visa milik Ibu saya. Visa papa, Ifan dan kedua orang sepupunya belum disetujui sampai sehari sebelum keberangkatan.
Tawaran dari travel biro "Percikan Iman" adalah menggeser jadwal keberangkatan bagi 16 orang yang belum disetujui visanya menjadi tanggal 5 - 13 Juli 2012.
Keputusan pun harus diambil karena Ifan dan kedua sepupunya harusnya masuk sekolah tanggal 9 Juli 2012.
Ria yang sudah kelas 3 SMA dan akan berhadapan dengan ujian kelulusan, dengan berbagai pertimbangannya akhirnya memilih membatalkan keberangkatan.
Ekal yang masih kelas 4 SD serta merta memutuskan untuk berangkat.
Tinggal Ifan yang kelas 6 SD dan akan berhadapan dengan ujian kelulusan pula harus mengambil keputusan.

Ketika itu secara sederhana, suami saya mengatakan bahwa biar Ifan yang mengambil keputusan berangkat atau tidak. 
Bagi beberapa orangtua, mungkin akan dinilai kami terlalu membebani anak yang masih dibawah umur untuk mengambil keputusan yang sarat dilema.
Namun, sungguh saya mengerti dan mendukung keputusan suami saya, mengingat ini akan menjadi pelajaran penting untuk Ifan, bahwa setiap keputusan yang diambil olehnya akan mengakibatkan berbagai konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan.
Jika Ifan memilih untuk membatalkan keberangkatan, maka dia harus berjuang mengalahkan perasaan sedih dan khawatir seandainya kesempatan ini adalah tawaran sekali seumur hidup mengingat kita tidak akan pernah tahu hingga kapan kita hidup maupun ada rezeki untuk berangkat.
Jika Ifan memilih untuk tetap berangkat, maka dia harus berjuang mengejar ketinggalan pelajaran sekolah untuk bisa lulus dengan nilai baik.


Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, dengan tekad bulat Ifan memilih untuk tetap berangkat umroh, meski ketinggalan pelajaran sekolah menjadi konsekuensinya.
"Bunda, kan akhirat itu lebih penting daripada dunia..." demikian ucapnya saat itu.


Ternyata, keputusan bulat yang diambil oleh Ifan dan Ekal sendiri itu memberikan hasil yang alhamdulillah luar biasa... :)
Papa bercerita bahwa Ifan dan Ekal bersemangat melaksanakan ibadah umroh.
Terik matahari dengan suhu 39 - 40 derajat tidak menjadi halangan bagi mereka. Mereka tetap  bersemangat melaksanakan thawaf dan sa'i dengan jarak 5 - 6 km.
Kelelahan itu pun tidak menjadi halangan Ifan dan Ekal untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah di Masjidil Haram keesokan paginya.


Dan yang lebih membuat saya terharu, hari ini papa saya menyempatkan diri menelpon saya untuk bercerita kejadian siang tadi.
Papa dan ibu saya shalat dzuhur di Masjidil Haram. Khawatir Ifan dan Ekal terlalu lelah, Papa berpesan agar mereka shalat di mesjid hotel saja.
Begitu papa dan ibu pulang ke hotel setelah shalat dzuhur, ternyata Ifan dan Ekal tidak ada di hotel. Namun tak lama kemudian, keduanya muncul.
Ifan bercerita bahwa mereka menemukan bahwa mesjid di hotel penuh, jadi Ifan dan Ekal berdua pergi ke Masjidil Haram dan shalat dzuhur di dekat Ka'bah!
Memang hotel tempat menginap letaknya tidak jauh dari Masjidil Haram. Namun tetap sajaaaaa.... Alhamdulillah Allah melindungi dan memberi keberanian kepada mereka berdua :D


Mendengar cerita itu, saya pun merenung. 
Saya melihat bukti, bahwa ketika keputusan penting dalam hidup seseorang diambil oleh diri orang itu sendiri - bukan ditentukan oleh orang lain - maka akan muncul semangat dalam dirinya untuk mempertanggungjawabkan keputusan tersebut.
Selain itu, saya juga melihat bukti, bahwa ketika sebuah keputusan diambil karena Allah, maka Allah akan memberikan kemudahan bagi orang tersebut untuk menjalaninya.


Ibadah umroh bukanlah ibadah yang ringan, apalagi bagi anak-anak. Kondisi cuaca yang berbeda dengan cuaca di tanah air dan kondisi fisik yang harus mendukung terutama ketika thawaf dan sa'i, hanyalah merupakan sedikit diantara banyak hal yang menuntut agar mereka  bisa menyesuaikan diri.
Namun alhamdulillah Allah memberikan kemudahan bagi keduanya. 


Saya berdoa semoga papa, ibu, Ifan dan Ekal diberikan kesehatan dan niat yang terus terjaga hingga akhir ibadah umroh dan kembali ke tanah air dengan selamat.
Untuk Ifan dan Ekal, semoga pengalaman selama melaksanakan ibadah umroh ini akan menguatkan fondasi iman mereka, dan semoga kelak setelah dewasa Allah mengundang mereka kembali ke tanah suci untuk menunaikan kewajiban ibadah haji...


Jakarta, 8 Juni 2012
Yeni Suryasusanti