Senin, 30 Januari 2012

Rindu, Duka Cita dan Airmata















Dulu, seminggu setelah putri tercinta pergi
seorang kerabat yang ternyata mengamati
merasa aneh melihat seorang ibu tidak menangisi
berpulangnya sang buah hati menghadap Ilahi

Ketika itu, dalam kemarahan aku berkata penuh emosi
Apakah hanya karena tidak terlihat menangis berarti aku tidak bersedih hati?!
Jika dengan airmata Nada bisa sembuh dan hidup kembali
maka airmata darah bahkan nanah pun akan aku beri!!!

Setiap insan menghadapi duka cita dengan caranya sendiri
absennya air mata di muka umum bagi beberapa pribadi
bisa jadi benar-benar menggambarkan ketegaran hati
namun bisa juga hanya sekedar perlindungan diri

Meratapi sebuah kematian adalah sebuah ironi
Karena kita tidak tahu dengan pasti
apa yang terjadi saat ini di alam setelah mati
Apakah kenikmatan surgawi ataukah siksa kubur yang tak terperi

Meski terkadang aku masih meneteskan airmata di pipi
ketika rasa rindu pada sang putri menguasai hati
percayalah, itu hanyalah karena rasa iba diri
bukan karena aku tidak ikhlas melepasnya pergi

Karena dua hal yang pasti aku yakini
bahwa segala sesuatu yang kita miliki
hanyalah merupakan titipan dari Ilahi
dan di dunia ini tidak ada yang abadi...

Jakarta, 30 Januari 2012
Ketika teringat dirimu, Putriku...
Yeni Suryasusanti

Sabtu, 28 Januari 2012

Ketika Papa Kehilangan Dompet...

Banyak pelajaran dari Ibu saya yang hingga kini tidak pernah saya lupa.
Salah satunya adalah pengajaran beliau setiap kali saya mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.

Ketika saya mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, Ibu selalu mengingatkan saya untuk melakukan 4 hal :
  1. Melakukan introspeksi diri, melihat kemungkinan pemicu mengapa kejadian yang tidak menyenangkan itu terjadi
  2. Melakukan perbaikan diri, jika ternyata kita ikut andil - meskipun sedikit - sebagai penyebab terjadinya kejadian yang tidak menyenangkan tersebut
  3. Melibatkan pihak-pihak tertentu atas nama keadilan, jika benar-benar perlu
  4. Mengikhlaskan segalanya, karena semua yang kita miliki hanyalah titipan

Demikian juga ketika saya kehilangan dompet di kendaraan umum.
Meskipun bersimpati, Ibu tetap meminta saya melakukan introspeksi diri.
Pertanyaan pertama sudah bisa saya duga : Apakah saya tetap waspada dan melindungi tas saya dari jangkauan tangan-tangan pencopet?
Pertanyaan kedua, cukup mengagetkan saya : Apakah uang saya selama ini bersih dari "hak orang lain"?
Jujur, sebelumnya tidak pernah terpikirkan bahwa mungkin saja saya mengalami kehilangan karena ada uang orang lain yang belum saya keluarkan hak-nya dari harta saya dalam bentuk Zakat, Infaq dan Shadaqah.

Kamis yang lalu, Ibu bercerita kepada saya, bahwa dalam perjalanan kembali ke Bandung dari Jakarta, Papa saya kehilangan dompetnya. Nilai uang tunainya tidak banyak, namun bayangkan kerepotan yang harus Papa saya alami dengan pemblokiran ATM dan Credit Card serta pengurusan pembuatan ulang KTP dan SIM.

Mencoba menelusuri kemungkinan dimana kehilangan terjadi Papa mengurutkan perjalanan tersebut :
  1. Naik Taksi dari rumah ke Gambir
  2. Sarapan di Hoka Hoka Bento Gambir
  3. Naik kereta ke Bandung

Papa baru sadar kehilangan dompetnya ketika akan turun dari kereta api di stasiun Bandung.
Mencoba mencari di sekitar tempat duduk karena khawatir terjatuh ketika papa tertidur, lalu ketika tidak menemukannya Papa segera melaporkan kepada petugas KA.
Cukup mengagetkan saya yang mendengarnya, meskipun para penumpang lain sudah terlanjur turun, seluruh petugas KA yang bertugas dikerahkan memeriksa seluruh gerbong untuk memeriksa apakah ada dompet yang "dibuang" setelah dikuras isinya.
Ketika dompet tersebut tidak ditemukan juga, Papa diarahkan untuk melaporkan kehilangan kepada Polisi yang ternyata ada pos khususnya di stasiun Bandung. Alhamdulillah, Papa jadi tidak perlu repot mampir lagi di Pos Polisi di luar area stasiun untuk mendapatkan surat kehilangan agar bisa tetap menyetir mobil sementara SIM belum diurus.
Yang menyenangkan lagi, ketika Papa mau memberi uang terima kasih sekedarnya atas bantuan para Polisi dari sedikit uang yang tersisa di kantung celana Papa, para Polisi tersebut menolak sambil berkata, "Wah, Pak, jangan ah. Bapak kan baru kehilangan uang, masa masih memberi kami lagi... Nggak usah, Pak."
Alhamdulillah, terbukti diantara para petugas hukum masih ada orang-orang yang baik :)

Setibanya di rumah kakak saya untuk mengambil mobil yang dititipkan disana, Papa segera menghubungi bank untuk melakukan blokir sementara atas ATM dan Credit Card.
Mengabaikan panggilan masuk tanpa nama (Papa jarang mau mengangkat telepon di HP jika penelepon tidak ada di memori HP Papa hehehe...), Papa dan Ibu melanjutkan perjalanan pulang ke Lembang dengan mengendarai mobil.

Ditengah perjalanan, telepon masuk di HP Papa, dari Bp. Sarwono, salah seorang teman papa di PP RRI (Persatuan Pensiunan Radio Republik Indonesia). Karena Papa sedang menyetir, Ibu yang menerima teleponnya.
Demikian potongan percakapan yang terjadi...
Bp. Sarwono : "Bu, tadi Bapak naik kereta dari Gambir ya?"
Ibu saya : "Iya Pak, ini sekarang sudah di perjalanan ke Lembang."
Bp. Sarwono : "Sempat sarapan di Hoka Hoka Bento?"
Ibu saya : "Lho, iya... Memangnya Pak Sarwono di sana juga?"
Bp. Sarwono : "Nggak Bu, barusan ada orang dari Hoka Hoka Bento telepon ke Sekretariat PP RRI cari Bapak Suryanta. Kebetulan saya ada disana dan saya yang menerima teleponnya. Katanya Bapak ketinggalan dompet di Hoka Hoka Bento. Mereka coba telepon rumah di Lembang nggak ada yang angkat, HP Bapak juga..."

Mendengar akhir cerita Ibu saya, langsung saya berteriak mengucap, "Alhamdulillaaaaahhhh... Ya Allah, Papa Ibu itu diselamatkan Allah terus yaaaaa.... Alhamdulillaaaahhhh, masih ada orang baik yang mau susah payah sampai interlokal ke Lembang untuk cari pemilik dompetnya...."

Yang ingin saya bagi dalam notes kali ini adalah hal yang saya pelajari dari kejadian ini :
  1. Sebelum meninggalkan suatu tempat, periksa apakah ada barang yang tertinggal. Untuk kasus Papa saya, mengenal betapa perfectionistnya beliau, saya yakin ini akibat penurunan daya ingat karena usia yang semakin senja :)
  2. Sikap baik juga menghasilkan balasan yang baik. Saya tahu selama ini Papa selalu bersikap baik pada orang lain tanpa memandang kedudukan maupun status sosial mereka. Saya yakin Papa bersikap baik pada pramusaji di Hoka Hoka Bento. Papa saya meskipun panik karena kehilangan dompet, memilih bersikap baik pada petugas meskipun dompetnya tidak ditemukan. Alhamdulillah, sikap tersebut berbalas dengan sikap penuh bantuan dari mereka, terutama dari pramusaji Hoka Hoka Bento yang menemukan dompet Papa saya.
  3. Letakkan kartu nama pribadi di dompet kita, meskipun mungkin kita tidak tahu kapan kartu tersebut bisa berguna. Petugas Hoka Hoka Bento yang menemukan dompet Papa saya menghubungi sekretariat PP RRI (Papa saat ini menjadi salah seorang Dewan Pertimbangan PP RRI) karena ada kartu nama Papa di dalam dompetnya.
  4. Tetap menerima incoming calls meskipun orang tersebut bukan orang yang kita memorikan nomornya di HP. Namun saya pribadi masih tetap menolak telepon yang tanpa nomor sehingga hanya tertera tulisan "Private Number". Bagi saya, orang yang menyembunyikan identitasnya tidak pantas saya layani teleponnya.
  5. Pastikan kita membersihkan harta kita dari hak orang lain. Dalam kejadian ini saya cukup yakin, dompet Papa saya dikembalikan beserta seluruh isinya tanpa kurang sepeserpun karena Papa saya memastikan untuk selalu mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah dari harta yang Allah titipkan kepada Papa.

Alhamdulillah ya Allah... Banyak pelajaran yang Engkau berikan dari kejadian yang kurang menyenangkan kali ini.

Jakarta, 28 Januari 2012
Yeni Suryasusanti

Selasa, 24 Januari 2012

Metode Nyanyian Untuk Pengajaran Anak Usia Dini

Dulu, tidak ada tuh yang namanya PAUD, Play Group, TK. Yang ada juga langsung SD (atau SR = Sekolah Rakyat kalau di zaman Papa saya dulu).
Ketika saya kecil, belum ada PAUD dan Play Group, tapi sudah ada TK (kelas 0 kecil dan 0 besar, sekarang kelas A dan B).
Mengapa sekarang sekolah ada sejak usia yang sangat dini?
Bisa jadi karena ketiadaan waktu orang tua zaman sekarang untuk mengajak anak-anaknya bermain sambil belajar :)

Belum lama ini saya semakin menyadari betapa harus kreatifnya menjadi seorang Guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan TK.
Tantangan bagi mereka - dan juga seharusnya bagi kita sebagai orang tua - adalah bagaimana "menyelipkan" pengajaran di tengah permainan atau nyanyian.
Pertama kali saya menyadari hal ini adalah saat makan malam bersama Fian pada hari pertama Fian "sekolah" di PAUD di Mesjid Komplek kami.

Saya berkata, "Fian, ayo doa sebelum makan."
Fian tertawa, kemudian bernyanyi :

Tanganku ada dua (sambil mengacungkan dan menggoyangkan jempol seperti simbol OKE)
Jarinya lima lima (sambil menggerakkan kesepuluh jari-jarinya)
Ku susun semuanya (sambil menirukan gerakan tangan ketika berdoa)
Mari kita berdoa...

Doa sebelum makan :
Bismillaahirrahmaanirrahiim, Allaahummaa bariklanaa fiimaarazaqtanaa waqinaa 'adzaabannaar. Amiinnn...

Saya terkejut sekaligus senang.
Demikian juga ketika mendengar refrain lagu "Sayonara" di pelesetkan menjadi :

Buat apa jajan
Buat apa jajan
Lebih baik uangnya di tabung...

Wah, ternyata Ibu Guru di PAUD mencoba menciptakan suasana doa sebagai suatu hal yang menyenangkan anak-anak, dan menyampaikan himbauan untuk tidak jajan dengan metode yang menyenangkan :)

Belum lama, ketika mengalami sedikit kesulitan mengajarkan Fian nama jari-jari tangan, saya mencoba mengadopsi metode Ibu Guru di PAUD, dengan menciptakan gerak dan lagu untuk pengajaran.
Terciptalah gerakan dan lagu sederhana tentang "Tangan" khusus bagi Fian hehehe...

Posisi awal : jari-jari tangan kiri mengembang, tangan kanan menunjuk.
Jari jempol Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari jempol tangan kiri)
Jari telunjuk Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari telunjuk tangan kiri)
Jari tengah Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari tengah tangan kiri)
Jari manis Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari manis tangan kiri)
Jari kelingking Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari kelingking tangan kiri)
Ini tangan Fian (sambil menggerakkan kesepuluh jari-jari tangannya)
Ini siku Fian (sambil memegang siku kanan dan kiri bergantian)
Ini bahu Fian (sambil kedua tangan memegang bahu)
Diakhiri dengan tepukan tangan :D

Ternyata, tidak sampai beberapa menit, Fian sudah hafal nama jari-jari tangannya hehehe...

Penggunaan lagu untuk penyemangat belajar dan menghubungkan gerakan dengan lagu yang sesuai, juga biasa kami lakukan.
"Fian, ayo naik ke tempat tidur!" kata saya.
Maka Fian akan naik ke tempat tidur sambil bernyanyi, "Naik naik ke puncak gunung..." dst.
Atau ketika Fian bertanya hari ini hari apa, dan saya jawab, "Hari Minggu"
Maka Fian akan bernyanyi :

Pada hari Minggu aku tidak sekolah
Senang dan gembira ku bermain di rumah
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu
Itu nama hari sekolahku
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu
Ku belajar bersama bu guru...
(Ketahuan lagu yang biasa saya ajarkan termasuk lagu anak-anak jadul karena Sabtu masih hari sekolah hehehe...)

Demikian juga ketika Fian mengerjakan tugas mewarnai 2 Bebek, 1 Siput dan 3 Kaktus, saya berkata "Ayo, Fian, mewarnai bebeknya yang bagus ya... Nanti bunda nyanyikan lagu tentang bebek."
Fian mulai mewarnai dengan bersemangat, dan menuntut sambil dinyanyikan :D

Bebek-bebekku, mari kemari
Ikutlah aku ke kebun bibi
Di sana banyak kesukaanmu
Cacing yang gemuk hai ayo diserbu
Berebut, berebut, sungguh ramainya
Kwek-kwek-kwek, kwek-kwek-kwek, bersukaria...

Kedua Bebek selesai diwarnai.
Ketika tiba giliran mewarnai Siput, Fian berkata, "Ayo bun, nyanyi lagu Siput !"
Saya pun terbengong, "Ha? Gimana lagu Siput?"
Dengan suara cadel Fian menjawab, "Gini lhoooo..... Siput-siputku... mari kemari.... ikutlah aku ke kebun bibi..."

Percakapan serupa terjadi ketika mewarnai Kaktus :D
Sambil tertawa bersama, kami bernyanyi lagu Siput dan Kaktus yang asal tadi, walaupun terpikir juga oleh saya semoga jangan sampai Fian menganggap Siput dan Kaktus makanannya cacing dan bersuara kwek kwek juga heheheh....

Kemarin, saya bahkan sedikit terkejut, karena Fian malah menciptakan sendiri secara spontan gerakan dan lagu baru untuk "Kaki"nya :

Posisi awal : duduk dengan kaki menekuk.
Jari jempol Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari jempol kaki kiri)
Jari telunjuk Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari telunjuk kaki kiri)
Jari tengah Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari tengah kaki kiri)
Jari manis Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari manis kaki kiri)
Jari kelingking Fian (jari telunjuk kanan menunjuk jari kelingking kaki kiri)
Ini kaki Fian (sambil menepuk kaki)
Ini lutut Fian (sambil menepuk lutut)
Ini paha Fian (sambil menepuk paha)
Diakhiri dengan tepukan tangan :D

Saya tertawa, takjub, memberinya pelukan. Sungguh luar biasa. Setiap menit bersama anak-anak sungguh merupakan anugerah tak terkira. Setiap hari saya juga ikut belajar, bukan hanya mengajari. Alhamdulillah ya Allah...

Jakarta, 24 Januari 2012
Yeni Suryasusanti

Jumat, 20 Januari 2012

Cinta, Luka, Asa dan Bahagia



















Detik-detik berlalu dalam diam
ketika nada sendu alunan lagu membelah malam
ku hela nafas, menatap langit hitam
apakah mendung selalu menghadirkan kelam?

Matahari dan bulan datang dan pergi
hujan dan panas selalu berganti
derita dan bahagia selalu setia mendampingi
apakah cinta selalu menghadirkan rasa seperti ini? 

Mungkin cinta seringkali menorehkan luka
namun mengapa kita tak jua jera mempertahankannya?
mungkin asa kerap tak terpenuhi sepenuhnya
namun mengapa kita tetap setia memeliharanya?

Ya Allah, tertunduk aku dalam malu-ku
merasa sungguh kecil mempertanyakan semua itu
mengapa tak kucoba saja menggunakan pikir-ku
untuk menganalisa semua anugerah-Mu?

Mungkin Allah menganugerahkan semua rasa
agar hidup kita menjadi lebih berwarna
mungkin Allah membiarkan kita merasa sebatang kara
agar kita lebih menghargai keberadaan sesama

Mungkin Allah memberikan semua luka
dan membiarkan kita menghayati rasa yang ditimbulkannya
agar kita tak torehkan hal yang sama
pada orang yang kita bilang kita cinta

Mungkin allah menciptakan derita
dan membiarkan kita berkubang duka
agar kelak ketika bahagia tiba
kita bisa menghargainya dengan sepenuh jiwa...

Jakarta, 20 Januari 2012
Puisi ini tercipta karena terpicu oleh puisi seorang sahabat :)
Yeni Suryasusanti

Kamis, 19 Januari 2012

Ketika Anak Harus Berpisah Kamar...

Kemarin saat update status soal tidur bersama anak-anak, seorang teman di NCC (www.NCC-Indonesia.com) berkomentar bahwa putranya yang berusia hampir 5th belum mau dipisahkan tidurnya.
Kekhawatiran jika menggunakan metode "pemaksaan" akan kurang baik, dia menanyakan bagaimana cara yang baik dilakukan untuk memisahkan kamar anak.
Pertanyaan ini mengingatkan saya akan pertanyaan serupa yang pernah ditanyakan oleh banyak sahabat saya yang lain ketika mengetahui bahwa saya berhasil memisahkan Ifan dari kamar saya dan suami ketika Ifan berusia 4th, sedangkan ada yang diantara mereka bahwa masih gagal memisahkan tidur putranya yang sudah berusia 10th :)

Dan baru terpikirkan untuk menuliskannya, semoga bisa bermanfaat lebih luas bagi teman-teman yang membaca...

Saat Ifan berusia 3 th, suami dan saya mempunyai keinginan untuk memberi Ifan seorang adik. Sebelum terjadi kehamilan, kami berkonsultasi dengan psikiater anak di RSAB Harapan Kita Jakarta tentang penanganan sang kakak agar tidak terjadi kecemburuan yang berlebihan yang terkadang bisa mengakibatkan bencana.

Dari konsultasi dengan Dr. Gita kami mendapatkan beberapa saran yang baik, diantaranya adalah jangan memisahkan kamar anak setelah terjadi kelahiran adik. Jika ingin si kakak tidur sendiri, lakukan "proses"nya sebelum kelahiran agar si kakak tidak merasa "terusir".

Kata "Proses" saya beri tanda kutip dan garis bawah disini karena memang saya terbiasa melakukan suatu perubahan tidak secara drastis, melainkan dengan proses hampir dalam segala hal, terutama yang berkaitan dengan anak-anak saya.
Menyapih ASI dengan proses (mengurangi pemberian ASI siang hari, menggantinya dengan makanan dan minuman, baru kemudian menyapih total), demikian pula dengan mengajarkan anak untuk lepas dari tidur bersama saya.

Cukup lama saya merencanakan proses perpisahan kamar ini, baik cara maupun waktu yang tepat untuk memulainya :D
Setelah mendapatkan ide, dan membicarakannya dengan suami saya, kami sepakat untuk mencoba memulai prosesnya pada moment yang paling tepat : menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kenapa? Karena kebetulan tahun itu kami mengecat ulang seluruh rumah :D

Saya melibatkan Ifan dalam rencana dekorasi kamarnya. Memilih warna cat (biru muda, warna kesukaan Ifan), memilih list dinding (warna biru tua, tema Winnie the Pooh & Friends yg sedang berjalan-jalan di malam hari untuk melihat bintang dengan berbekal teropong), memilih lemari baju (warna biru muda, tema Winnie the Pooh & Friends sedang berlayar dengan menggunakan payung sebagai perahunya) dan membeli tempat tidur sorong bersusun ukuran 120 x 200 cm.

Kamar Ifan di cat paling dulu. Setelah itu seluruh bagian rumah lain dan terakhir adalah kamar saya dan suami. Hal ini kami atur agar bau cat sudah menghilang ketika kami "pindah" ke kamar Ifan karena kamar kami sedang di cat :)

Hampir selama 1 bulan, saya, suami dan Ifan tidur bersama di kamar Ifan. Tentu saja, ini dimaksudkan agar Ifan terbiasa dengan suasananya, dan merasa kami lah yang "menumpang" di kamarnya, bukan Ifan yang "terusir" dari kamar kami.
Karena pemilihan tempat tidur single yang cukup besar, kami bisa cukup nyaman dengan pengaturan tidurnya : saya dan Ifan di tempat tidur atas, suami saya di tempat tidur bawah.

Setelah saya melihat Ifan terbiasa dengan kamar barunya, saya meminta suami saya kembali ke kamar kami terlebih dahulu, sementara saya tetap tinggal di kamar Ifan.
Selama 1 minggu, saya tetap menggunakan tempat tidur atas bersama Ifan, dan membiarkan tempat tidur bawah kosong.
Minggu berikutnya, saya menemani Ifan sampai dia tertidur di tempat tidur atas, kemudian pindah ke tempat tidur bawah.
Malam itu, di tengah malam Ifan terbangun. Mendapati saya tidak ada di sebelahnya, Ifan dengan panik membuka pintu kamar dan lari keluar menuju pintu kamar saya dan suami yang letaknya berseberangan dengan pintu kamar Ifan.
Sebelum dia mencapai pintu, saya terbangun dan memanggilnya, "Ifan, bunda di sini... di tempat tidur bawah..."
Ifan pun kembali masuk ke kamar, dan merebahkan diri di samping saya di tempat tidur bawah.
Keesokan malamnya saya kembali melakukan hal serupa : saya menemani Ifan sampai dia tertidur di tempat tidur atas, kemudian pindah ke tempat tidur bawah.
Kembali Ifan terbangun, namun kali ini dia tidak langsung berlari keluar ketika mendapati saya tidak ada di sebelahnya, melainkan langsung melongokkan kepala ke tempat tidur bawah. Saya yang terbiasa terjaga jika mendengar gerakan anak-anak saya, langsung tersenyum, dan tetap berbaring di tempat tidur bawah namun sambil mengulurkan tangan saya untuk Ifan genggam. Ifan pun kembali tidur sambil tetap menggenggam tangan saya.
Selama sekitar seminggu hal itu berlangsung :)

Seminggu berikutnya lagi, saya masih menemani Ifan, namun kali ini dengan pengaturan tidur sejak awal : Ifan di tempat tidur atas, saya di tempat tidur bawah. Jadi saya tidak lagi menggunakan satu tempat tidur bersama Ifan sejak kami masih terjaga, hanya masih menemani Ifan di kamarnya saja.

Setelah Ifan terbiasa "tidur sendiri", barulah saya kembali ke kamar saya dan suami dengan berpesan : "Ifan, kalau nanti terbangun dan ingin ditemani Bunda, cari saja di kamar Bunda ya..."
Beberapa malam Ifan terbangun menjelang dini hari, tanpa menangis langsung masuk pintu kamar saya dan berdiri di ujung tempat tidur saya. Saya pun pindah ke kamarnya untuk menemani, tetap dengan pengaturan Ifan di tempat tidur atas, saya di tempat tidur bawah.
Dan berhasil lah proses pemisahan tidur Ifan dengan kami dalam waktu sekitar 2 bulan :)
Sejak saat itu, Ifan tidur sendiri di kamarnya. Hanya 1 kali dalam seminggu yaitu pada malam minggu Ifan memiliki "jatah tidur" bersama kami di kamar saya dan suami, lebih untuk memuaskan rasa kangen saya sebenarnya hehehe...

Ketika Ifan berusia 11th dan Fian berusia 3th, kami juga sempat berpikir untuk memulai memisahkan tidur Fian dari kamar kami. Dalam bayangan saya, tentunya hal ini tidak akan terlalu sulit karena Fian akan pindah tidur menjadi bersama Ifan. Jadi dia tidak akan mengalami ketakutan sendiri.
Sempat menjalani prosesnya selama 1 minggu dengan pengaturan tidur : saya dan Fian di tempat tidur atas, Ifan di tempat tidur bawah, namun Ifan tiba-tiba terserang flu. Jadi untuk menghindari penularan, terpaksa Fian kembali ke kamar saya dan suami, dan belum mulai dipisahkan lagi hingga saat ini.
Rencana saya, tepat usia Fian 4th nanti, ketika Fian akan masuk TK, kami akan kembali menjalankan proses pemisahan tidur ini. Moment yang tepat menurut saya : "Fian masuk sekolah = Fian sudah besar = Fian sudah bisa pisah tidur dengan Bunda dan tidur bersama Abang Ifan".
Doakan semoga prosesnya berjalan mulus ya :D

Akhirnya, sharing ini saya tutup dengan kunci sukses memisahkan tidur anak dengan orang tua menurut saya :
  1. Selama proses pemisahan, jangan bosan dan lelah bolak balik kamar :)
  2. Be consistent. Hingga muncul rasa memiliki pada kamarnya, jangan karena kita malas pindah di tengah malam pada saat anak terbangun, kita lalu mengizinkan dia tidur di kamar kita. Hal itu bisa membuat prosesnya terpaksa mengulang lagi dari awal. Namun, jika anak sudah menyadari bahwa itu kamarnya, dan dia hanya boleh sesekali tidur di kamar orang tuanya, boleh lah hal itu dilakukan :)
  3. Untuk kasus ini : Belajar TEGA pada anak dan diri sendiri. Yakini hati bahwa ini untuk kebaikannya. Terkadang kitanya lho yang merasa takut kehilangan kebersamaan dengan anak hehehe...

Semoga bermanfaat :)

Jakarta, 19 Januari 2012
Yeni Suryasusanti

Selasa, 10 Januari 2012

"The Man Behind The Gun"

Dua bulan lebih hampir vacuum menulis karena penyesuaian diri dengan tanggung jawab baru di kantor, belum lagi akhir tahun bagi NCC berarti tutup buku dan penyelesaian laporan keuangan yang menjadi tugas saya sebagai Ibu Matre NCC, kerinduan saya untuk menulis rasanya hingga di ubun-ubun :D
Cukup banyak moment berkesan terlewat karena ketiadaan waktu membaginya dalam bentuk tulisan...
Kerinduan yang menyesakkan dada itulah yang membuat saya memaksakan diri menulis - meskipun hanya sekedar tulisan pendek - dengan memakai sebagian waktu jam makan siang saya hari ini :)

Hari ini, di milis NCC (www.NCC-Indonesia.com) muncul keluhan dari Shirley Theresia ketika menerima email promosi dari seseorang yang menawarkan paket software untuk internet marketing yang memastikan agar email yang dikirim selalu masuk inbox dan tidak masuk ke folder sampah email si penerima, lengkap dengan video tutorialnya.

Hal ini mengingatkan saya akan istilah "The mind behind the gun".
Komentar yang sering mengikuti istilah ini adalah "Tidak ada yang salah dengan suatu alat ataupun teknologi. Yang menjadikannya tidak benar adalah penggunanya."
Mengartikan istilah tersebut, benarkah seluruh teknologi yang ditemukan sebaiknya disebarluaskan?

Islam mencintai ilmu pengetahuan. Sebagai seorang muslimah dan sebagai pribadi, saya pun demikian.
Namun, ilmu pengetahuan yang bagaimana?
Dari banyak bacaan saya mengambil benang merahnya : "Ilmu yang harus disebarluaskan adalah ilmu yang bermanfaat, terutama bagi orang banyak."

Saya ingat, dulu saya pernah menonton Film tentang teknologi. Sayangnya saya lupa judul dan pemainnya, hanya ingat jalan cerita dan kesimpulan akhir film-nya.
Film tersebut menceritakan tentang seorang ilmuwan, yang hampir seumur hidupnya dihabiskan dengan meneliti sebuah teknologi. Ketika penelitiannya sudah sampai tahap akhir dan siap diproduksi, pihak penyandang dana mengarahkan produksinya untuk menjadi senjata penghancur massal. Melihat korban mulai berjatuhan dalam perebutan cetak biru teknologi tersebut - padahal ciptaannya belum lagi diproduksi - sang ilmuwan akhirnya dengan berat hati menghancurkan ciptaannya sendiri.

Film itu berkesan bagi saya, karena adanya unsur tanggung jawab sang pembuat teknologi disini.
Sang ilmuwan tidak hanya berlindung bahkan bersembunyi di balik istilah "The man behind the gun". Ilmuwan tersebut ikut menganalisa apakah teknologi yang diciptakannya akan lebih banyak membawa manfaat atau mudharat bagi masyarakat.

Dalam banyak contoh, istilah "The man behind the gun" bisa diterima dengan wajar, apalagi jika alat dan teknologi yang tercipta bagaikan pisau bermata dua yang betul-betul seimbang manfaat dan mudharatnya :)

Kamera di tangan yang baik akan mengabadikan moment-moment terindah dan makanan-makanan terlezat dalam hidup kita.
Kamera di tangan yang sebaliknya akan menghasilkan dan menyebarluaskan foto-foto yang tidak layak di pandang mata anak-anak kita.

Senjata di tangan yang baik akan menjadi pembelaan diri dan perlindungan atas nyawa.
Senjata di tangan yang sebaliknya bisa jadi menghilangkan nyawa.

Pisau di tangan seorang koki akan menjadi karya seni kuliner yang menggungah selera.
Pisau di tangan seorang penjahat akan digunakan untuk mengancam korban agar memenuhi keinginannya.

Ilmu keuangan di tangan yang baik akan menjadikan hidup lebih tertata.
Ilmu keuangan di tangan yang sebaliknya akan merugikan orang lain bahkan negara.

Hipnotis di tangan terapis bisa menjadi metode penyembuhan yang luar biasa.
Hipnotis di tangan penjahat akan menguras harta bahkan nyawa korbannya.

Dan masih banyak lagi alat dan teknologi yang bagaikan pisau bermata dua yang betul-betul seimbang manfaat dan mudharatnya :)

Namun bagaimana jika teknologi yang tercipta menjadi lebih cenderung mengakibatkan ketidaknyamanan pihak lain - jika tidak bisa disebut sebagai kejahatan - meski di sisi lain juga bisa menghasilkan keuntungan?

Senjata penghancur massal, di satu sisi menghasilkan uang, lapangan pekerjaan dan meminimalkan korban nyawa tentara, di namun sisi lain digunakan untuk menghancurkan suatu negara.

Software penembus anti spamming, di satu sisi menguntungkan para marketing dan membuat bisnis berputar, namun di sisi lain mengganggu kenyamanan pengguna email.

Pencipta virus komputer dan para hacker penembus firewall, di satu sisi meningkatkan bisnis bagi pencipta anti virus dan firewall, namun di sisi lain menghancurkan data-data penting yang telah susah payah dibuat dan disimpan dan merusak jaringan serta tampilan WEB orang lain.

SMS Promosi Premium yang bekerja sama dengan provider seluler dan Mall, di satu sisi merupakan jalur promosi dengan biaya cukup rendah, jangkauan luas dan terarah, serta hasil yang mungkin cukup bagus, namun di sisi lain cukup mengganggu kenyamanan pengguna HP yang menganggap HP adalah adalah nomor kontak yang cukup pribadi (yang jelas cukup mengesalkan bagi saya menghapus sms promosi LBA-TSel setiap kali saya mendekati Mall Central Park, sedangkan saya setiap pagi dan sore harus melewati Mall tersebut untuk berangkat kerja dan pulang ke rumah hiks...).

SMS Promosi Kredit Tanpa Agunan, di satu sisi memudahkan pekerjaan marketing loan dan orang yang mungkin kepepet dana sehingga membutuhkan, namun di sisi lain mengesalkan bagi orang yang menyadari bahwa kredit dengan bunga yang tinggi bukanlah merupakan tambahan uang, melainkan pinjaman yang pada akhirnya malah menjadi beban.

Dan mungkin masih banyak lagi jenis teknologi yang lebih cenderung mengakibatkan ketidaknyamanan pihak lain :(

Ketika teknologi jenis yang lebih cenderung mengakibatkan ketidaknyamanan pihak lain dan dunia maya dipersatukan, bayangkan besarnya efek yang bisa ditimbulkan.
Mailing List, Facebook, WEB dan Blog sebagai media promosi memang efektif luar biasa. Namun bayangkan jika kita menyebarkan teknologi yang cenderung digunakan di jalan yang salah hanya karena kita tidak menganalisa produk atau ilmu yang kita jual, atau mungkin tidak mempersiapkan "pengunci" ilmu atau produk agar tidak digunakan untuk mengganggu orang banyak bahkan digunakan untuk kejahatan.
Dan ketika pada akhirnya hati nurani kita terusik dan kita menyesal akan akibat yang ditimbulkannya, ketika kita bermaksud menghilangkan keterkaitan produk dan ilmu tersebut dengan diri kita, semuanya telah terlambat karena segalanya telah tercatat.

Melengkapi ungkapan Widya, seorang teman di Milis NCC :

Ketika seseorang berbuat salah secara offline, yang harus dilakukannya hanyalah meminta maaf dan berbuat banyak kebaikan setelahnya, maka - dengan anugrah keterbatasan daya ingat manusia - pada akhirnya orang lain akan lupa dengan kesalahan yang dulu pernah dia perbuat.
Ketika seseorang berbuat salah secara online, dia bisa saja meminta maaf, mengoreksi kesalahannya dan kemudian orang lain akan melupakannya, namun Google akan tetap ingat.

Jakarta, 10 Januari 2012
Yeni Suryasusanti